Dan rintik hujan yang memburu,
atas nama yg lahir di dalamnya,
menumpulkan pikirku,
untuk memilikinya lebih lama.
- puisi di malam yang dingin oleh Noor Sa'adah (Enoey)
Saat ombak membawa pecahan karang ke pantai,
atau kepiting yang tersesat diantara anggrek laut.
Membawa rindu yang tak pernah usai,
tentang langit ungu tua,
di senja sebuah kota.
Hari-hari yang tidak pernah ada,
Diciptakan dalam semalam,
Tiga puluh empat jam yang sama dengan tiga puluh empat tahun
Riak riak air
Diantara pasir
Saat ombak membawa pecahan karang ke pantai,
dan kepiting yang menemukan jalan pulang.
- Sebuah puisi setelah pantai oleh Noor Sa'adah (Enoey)
Mimpi indah sering kali terbunuh oleh kenyataan.
Dan realita sering kali mati rasa oleh impian.
Penyiksaan yang saling dilakukan tanpa sengaja serta kasih sayang yang tertuang dalam sepi.
Berharap menjadi orang lain saat orang lain itu berharap menjadi orang lain yang sebenarnya juga ingin menjadi orang lain.
Begitu
dan begitu. Terus dan terus. Serupa lingkaran yang berdiameter jutaan
kali lebih besar dari Matahari. Maka suatu saat akan kembali ke kita
pada saat kita telah lupa.
Saat itu, kamu dan dia, kamu dan aku,
aku dan dia, dia dan dia, kita dan kamu, kamu dan kami, kami dan mereka,
sudah tak lagi bisa bercerita.
Karena mimpi telah tiada.
Dan realita telah menua.
Hingga ada satu titik dimana kita meminta atau bahkan mungkin memohon dengan sangat,
kepada sang waktu,
untuk sekedar berhenti sejenak,
Membekukan sementara, mimpi-mimpi yang masih muda dan belum terbunuh oleh realita.
- sebuah puisi sebelum tidur oleh Noor Sa'adah (Enoey)
Seringkali kulihat langit memeluk awan di batas kota
Menahannya untuk menaungi pohon cemara
Seringkali kutemukan awan berbisik
dan bertanya ada apa dengan dunia dan kita
Dan seringkali pula kutemukan diriku sendiri, melompat-lompat,
berharap menjadi sebuah kapal terbang untuk mencuri dengar kisah-kisah yang mereka tonton dalam diam
Bisakah mereka menyapaku?
Menyanyikan lagu-lagu lama dengan lirik yang baru.
Kala rasa yang kesepian menanti kabar yang hati sisipkan diantara bulir-bulir awan kelabu
Dan aku menunggu kedatangan hujan, untuk membiarkan kabar itu jatuh di pangkuanku
- selamat siang dari Noor Sa'adah (Enoey)
Seringkali kita membenci hari,
merutukinya hingga ia muram dan menangis
Seringkali kita mencaci hari,
Melabelinya sebagai hari sial, hari buruk, hari tak tau diri
Seringkali kita lelah dengan hari,
Dengan panasnya, aromanya, sepaket dengan masalah yang mampir bersamanya
Padahal andai kita mau bangun lebih pagi,
Hari selalu mempersembahkan pagi terbaik yang tidak pernah sama di setiap kalinya
- sebuah puisi hari ini oleh Noor Sa'adah (Enoey)
Ketika bintang tidak pernah memaksa untuk bertemu langit biru
Dia sudah tahu
Bahwa langit malam tidak pernah berhenti memeluknya untuk mengobati kerinduannya itu
Perempuan yang menutup separuh wajahnya dengan malu-malu
Tidak pernah meminta lebih dari sekedar harapan yang telah tergantung di atas langit-langit
diantara rasi sang perawan dan pemburu
Dan dirimu yang berdiri diantara keduanya
Bintang dan perempuan
Terbakar
tanpa pernah menjadi abu
- sebuah puisi dikala mata diantara dunia nyata dan dunia mimpi
Kita mungkin pernah menuduh
bahwa alam semesta terlalu kejam.
Membuat cerita hidup tidak searah dengan panah yang kita lemparkan.
Dan mungkin sang semesta pun menganggap kita kejam
Untuk memperkarakan tentang daun yang jatuh
atau hati yang rapuh
kepada dirinya.
Ditengah-tengah perang dingin kekejaman yang dari entah atau kepada entah ia bermuara.
Ada orang-orang yang bahagia dengan hidupnya.
Tertawa untuk kekecewaannya.
Menari untuk kesedihannya.
Hingga seringkali 'kita'
Yang iri pada 'mereka'
Semakin terobsesi dengan kata
adil
tidak adil
kejam
tidak kejam
jika
maka
kenapa
harus
aku
dan kemudian
tanda tanya
Berdamai sajalah kita dengan alam semesta
Siapa tahu
Kita dan alam semesta bisa menjadi rekan hidup sampai mati untuk mengalahkan mereka yang bahagia.
- Sebuah puisi dikala flu oleh Noor Sa'adah (Duestinae)
Sebut saja aku 'mawar'
Yang kata Juliet harumnya tetap sama meski diganti dengan nama lain.
Sebut saja aku 'jingga'
Yang warnanya selalu kau kejar saat matahari hendak melarikan diri.
Sebut saja aku 'hujan'
Yang rintiknya membuatmu terkenang akan manisnya seorang perawan.
Sebut saja aku 'bintang'
Yang kilaunya akan selalu membuatmu berpaling dari rembulan.
Sebut saja aku 'dedaunan'
Yang akan selalu kau cari saat kau bosan dengan plastik-plastik mainan.
Sebut saja aku 'kamu'
Yang namanya dengan licik tertanam di bagian lain dirimu tanpa pernah kau tahu.
Selamanya.
- sebuah puisi di sore yang dingin oleh Noor Sa'adah (Duestinae)
“Tidak,” aku menarik napasku, bahkan saat aku melompat ke arah salah satu yang terdekat denganku — seorang wanita. Jumlah mereka telah bertambah menjadi tiga di hadapan kami.
Eddie pun sudah bergerak, dan kami berdua mencoba untuk mendorong Moroi dibelakang kami. Mereka tidak perlu banyak peringatan untuk memahami kode itu. Saat Strigoi menampakkan diri, para Moroi harus segera dilindungi — menciptakan sebuah kemacetan. Diantara refleks spontan Eddie dan kepanikan para Moroi, aku sangat yakin tidak ada satupun dari mereka menyadari apa yang sudah aku lihat.
Dimitri ada diantara mereka.
Tidak, tidak, tidak, kataku, kali ini untuk diriku sendiri. Dia memperingatkanku. Berkali-kali dia menyampaikan di suratnya bahwa segera aku berada di luar zona aman, dia akan datang untukku. Aku mempercayainya, namun… melihat kenyataannya langsung ternyata adalah sesuatu yang berbeda. Sudah tiga bulan, namun dalam jangka waktu yang singkat itu, jutaan kenangan berlari melewati pikiranku dalam tampilan tajam yang sangat jelas. Saat Dimitri menahanku. Cara bibirnya — yang sangat, sangat hangat meskipun kulitnya begitu dingin — mencium bibirku. Sensasi taringnya yang menancap ke leherku dan kenikmatan yang manis yang mengikuti setelahnya …
Dia terlihat sama, dengan suasana warna pucat seputih kapur dan merah - mata yang bulat yang sangat berlawanan dengan kelembutan, rambut cokelat sedagu, dan garis wajah yang menawan di wajahnya. Dia bahkan memakai mantel kulit yang sepertinya masih baru, mengingat mantel lamanya telah benar-benar hancur saat pertarungan terakhir kami di jembatan dulu. Dimana dia bisa mendapatkan mantel-mantel itu?
“Keluar!” aku berteriak. Kata-kataku kutujukan untuk para Moroi, bahkan saat pasakku sedang kutusukkan ke jantung si Strigoi wanita. Kondisi kebingungan yang terjadi pada kami semua di lorong memberikan efek yang lebih merugikan untuk strigoi wanita itu dari pada untukku. Aku mendapatkan kesempatan yang pas terhadapnya, dan jelas sekali ia tidak menyangka kalau aku bisa begitu cepat. Aku telah membunuh banyak Strigoi karena mereka meremehkanku.
Eddie tidak memperoleh keberuntungan yang aku punya. Dia tersandung saat Victor mendorong melewatinya, membuat Strigoi yang lain - seorang laki-laki - yang berada di depan memiting Eddie ke dinding. Namun, ini adalah hal yang selalu aku dan Eddie hadapi, dan Eddie bisa menanggapinya dengan cantik. Eddie mendadak berbalik dari pukulan itu dan dengan Moroi yang sudah menyingkir, Eddie mampu menerjang strigoi itu dan bertarung melawannya.
Dan aku? Perhatianku tertuju pada Dimitri.
Aku melangkahi Strigoi wanita yang tumbang itu tanpa melihat ke arah si Strigoi. Dimitri tengah menunggu dibagian belakang, mengirimkan kaki tangannya ke garis depan pertarungan. Mungkin karena aku sudah mengenal Dimitri terlalu dalam, tapi aku menduga bahwa dia tidak terkejut saat aku begitu cepat melumpuhkan salah satu kaki tangannya dan Eddie memberikan perlawanan yang menyiksa untuk yang satunya. Aku ragu kalau Dimitri peduli apakah mereka hidup atau mati. Baginya, mereka hanyalah pengecoh untuk mendapatkan aku.
“Aku sudah menyampaikan kepadamu,” kata Dimitri, matanya tajam sekaligus terlihat senang. Dia memperhatikan setiap gerakanku, kami berdua secara bawah sadar menirukan gerakan masing-masing saat kami menunggu serangan pembuka. “Aku sudah bilang bahwa aku akan menemukanmu.”
“Ya,” jawabku, mencoba mengabaikan geraman Eddie dan Strigoi yang satunya. Eddie bisa mengatasinya. Aku tahu dia mampu. “Aku membaca memonya.”
Senyuman hantu melingkar di bibir Dimitri, menunjukkan taring yang entah mengapa memicu campuran antara kerinduan dan kebencian di dalam diriku. Segera, aku mendorong perasaan itu menjauh. Aku pernah ragu sebelumnya saat aku bersama Dimitri dulu dan hampir mati karenanya. Aku menolak membiarkan itu terjadi lagi, dan adrenalin yang memompa keras melalui tubuhku menjadi pengingat yang bagus bahwa ini adalah situasi dengan pilihan lakukan atau mati.
Dia memulai serangan dan aku mengelak — hampir menyadari bahwa dia memang akan menyerang. Itu adalah masalah kami berdua. Kami terlalu saling memahami — saling mengenal baik gerakan masing-masing. Tentu saja, itu bukan berarti bahwa kami adalah lawan yang seimbang. Bahkan saat ia masih hidup, dia memiliki pengalaman yang lebih banyak dari diriku, dan kemampuan Strigoinya menaikkan skalanya.
“Namun kau ada disini,” katanya, masih dengan tersenyum. “Dengan konyolnya keluar dimana seharusnya kau tetap tinggal di istana yang aman. Aku bahkan hampir tidak percaya saat mata-mataku menginformasikan hal ini padaku.”
Aku tidak menjawab apapun, dan mencoba menusukkan pasakku dengan keras ke arahnya. Dia telah menyadarinya dan menghindarinya juga. Dia yang ternyata memiliki mata-mata tidak mengejutkanku - bahkan di siang hari. Dia mengendalikan sebuah jaringan Strigoi dan manusia, dan aku tahu dia punya mata dan telinga yang mengamati istana. Pertanyaanya adalah: Bagaimana bisa dia masuk ke hotel ini di tengah hari bolong? Meskipun dengan mata-mata manusia yang mengamati kami di bandara atau memonitor kartu kredit seperti yang dilakukan Adrian, Dimitri dan teman Strigoinya harusnya menunggu hingga malam tiba untuk sampai kesini.
Tidak, itu tidak penting, aku baru menyadarinya kemudian. Strigoi biasanya memiliki kaki tangan. Truk dan mobil van dengan ruang yang benar-benar gelap dan tertutup. Melalui jalur bawah tanah. Moroi yang ingin mencoba bermain kasino dari Witching Hour tahu tentang lorong rahasia yang menghubungkan gedung-gedung tertentu. Dimitri pastinya tahu tentang hal ini juga. Jika dia menungguku untuk keluar dari istana dia pastinya sudah melakukan cara apapun untuk mendapatkanku. Aku tahu lebih baik dari orang lain bagaimana cerdasnya dia.
Aku juga tahu bahwa dia sedang mengalihkan perhatianku dengan berbicara.
“Dan yang paling aneh adalah,” lanjutnya, “kau tidak datang sendirian. Kau membawa Moroi. Kau selalu mengambil resiko dengan hidupmu, tapi aku tidak menyangka kalau kau menjadi begitu gegabah dengan hidup mereka.”
Sesuatu terjadi padaku kemudian. Disamping dengungan samar dari kasino di ujung lorong dan suara pertarungan kami, yang lain terasa sunyi. Kami melupakan sebuah suara keributan yang penting. Katakanlah seperti suara dari alarm pintu kebakaran.
“Lissa!” teriakku. “Keluar dari sini! Bawa semuanya keluar dari sini!”
Dia harusnya tahu lebih baik. Mereka seharusnya sudah tahu lebih jelas. Pintu itu mengarah ke lantai atas - tempat terbuka. Matahari masih terang. Tidak masalah jika alarm membawa pihak keamanan hotel ke arah kami. Mungkin akan menakut-nakuti para Strigoi. Yang terpenting adalah, para Moroi bisa aman.
Namun kesadaran cepat dari ikatan kami berdua menyampaikan sebuah masalah. Lissa membeku. Kaku. Dia tiba-tiba menyadari dengan siapa aku bertarung, dan kekagetan itu terlalu banyak untuknya. Mengetahui Dimitri telah menjadi Strigoi adalah satu hal. Melihatnya langsung — benar-benar melihat ke arahnya — rasanya berbeda. Aku tahu dari pengalaman pribadiku. Bahkah setelah mempersiapkan diri untuk melihatnya, penampilannya masih membuatku terkesima.
Cukup dengan sekali detakan jantung aku bisa menilai bagaimana perasaannya, namun di dalam sebuah pertarungan melawan Strigoi, satu detik bisa menjadi faktor yang menentukan antara hidup dan mati. Taktik omongan Dimitri berhasil, dan meskipun aku sedang menatapnya dan berpikir kalau kewaspadaanku sudah terpasang, dia berhasil meraihku dan mendorongku ke arah dinding, tangannya menjepit lenganku dengan sangat menyakitkan sehingga aku kehilangan pegangan ke pasakku.
Dia mengarahkan wajahnya tepat ke wajahku, sangat dekat sehingga dahi kami bersentuhan.
“Roza …” dia berbisik. Napasnya hangat dan manis di kulitku. Harusnya nafasnya beraroma kematian atau busuk, namun tidak. “Kenapa? Kenapa kau harus mempersulit semua ini? Kita bisa menghabiskan keabadian ini bersama…”
Jantungku bergumuruh di dadaku. Aku takut, ketakutan akan kematian yang aku tahu hanya berjarak beberapa detik saja sekarang. Pada waktu yang sama, aku dipenuhi rasa penyesalan karena telah kehilangan dirinya. Menatap wajahnya, mendengar aksen yang sama dari suaranya yang bahkan sekarang membungkusku seperti beludru … aku merasakan hatiku kembali hancur. Kenapa? Kenapa ini harus terjadi kepada kita berdua? Kenapa alam semesta begitu kejam kepada kita?
Aku berhasil menghidupkan kesadaranku kembali, sekali lagi membunuh fakta bahwa dia adalah Dimitri. Kami adalah predator dan mangsa - dan aku sedang dalam bahaya sebagai mangsa yang akan segera dimakan.
“Maaf,” jawabku melalui gigiku yang bergemeretak, mendorongnya keras - dan gagal - untuk melepaskan cengkramannya. “Keabadianku tidak termasuk menjadi bagian mafia mayat hidup.”
“Aku tahu,” katanya. Aku bisa bersumpah kalau aku baru saja melihat kesedihan di wajahnya namun kemudian aku meyakinkan diriku sendiri bahwa aku hanyalah sedang berhalusinasi. “Keabadian akan menjadi sepi tanpa dirimu.”
Bersambung ke Chapter 10 part 2 .: Coming Soon :.
Diterjemahkan langsung dari Novel Vampir Academy: Spirit Bound karya Richelle Mead oleh Noor Saadah. This is truly fanmade and no profit work.
Hi Online Shopper!
Melihat begitu banyaknya minat pembaca tentang Online Shop, kali ini duestinae akan berbagi Voucher Diskon dari salah satu website Online Shop terbesar di Asia!
Merupakan salah satu sponsor utama dari Asia Next Top Model, kualitas produk Zalora pastinya sudah tidak diragukan lagi.
Ada beberapa trik untuk para Online Shopper agar bisa mendapat diskon dari Zalora.
Dan bagi kalian yang suka BERBURU VOUCHER DISKON pastiya harus terus update KODE VOUCHER terbaru dari ZALORA. Karena mereka suka memberikan KODE VOUCHER DISCOUNT di hari-hari atau bulan-bulan tertentu. Untuk itulah, laman ini akan terus di update dengan KODE VOUCHER ZALORA terbaru!
Tertarik? Stay tune, Online Shopper!
Jika kamu sudah terdaftar, daftar ulang dengan email baru.
Karena kode voucher di bawah ini hanya berlaku untuk pembeli baru.
Setelah itu, silakan pilih-pilih dulu barang belanjaan kamu. Pilih produk, kemudian tentukan ukurannya dengan mengklik SIZE, dan jika tidak ada perubahan klik PESAN lalu BAYAR. Disamping kanan atas kamu akan ada kolom MASUKAN KODE VOUCHER ATAU GIFT CARD.
Berikut KODE VOUCHER ZALORA atau GIFT CARD untuk akun baru.
Meskipun DISKON ini tidak ada syarat minimal belanja, jadi bisa kamu gunain meskipun kamu cuma belanja 50 ribu saja, tapi sayang banget karena potongannya hanya sedikit.
Akan lebih baik jika VOUCHER ZALORA ini kamu gunakan untuk total belanja yang cukup besar sehingga total diskon juga akan semakin besar!
KODE VOUCHER ZALORA
ZBAP26Z6
Untuk kamu yang berbelanja kedua kalinya dengan akun yang sama, kamu bisa menggunakan KODE VOUCHER ZALORA berikut untuk mendapatkan diskon!
KODE VOUCHER ZALORA
PLSCOMEBACK15
Seringkali memang ZALORA memberikan DISKON dengan minimal total belanja. Berikut adalah update terbaru KODE VOUCHER ZALORA dengan syarat minimal total belanja.
KODE VOUCHER ZALORA BULAN SEPTEMBER 2016
SHOPALL9
So, please gunakan Kode Voucher untuk mendapatkan tambahan diskon! Tanpa minimal belanja, tanpa harus pilih produk tertentu. Cukup bikin akun baru dan masukkan kode voucher berikut!
KODE VOUCHER ZALORA
ZBAP26Z6
Happy Shopping, Online Shopper!
Stay tune ya! Karena page ini akan terus di UPDATE dengan KODE VOUCHER TERBARU!
(N/S)
Semua perihal diciptakan sebagai batas
Membelah sesuatu dari sesuatu yang lain
Hari ini membelah membatasi besok dan kemarin
Besok batas hari ini dan lusa
Jalan-jalan memisahkan deretan toko dan perpustakaan kota, bilik penjara, dan kantor wali kota, juga rumahku dan seluruh tempat dimana pernah ada kita
Bandara dan udara memisahkan New York dan Jakarta
Resah di dadamu dan rahasia yang menanti di jantung puisi dipisahkan kata
begitu pula rindu.
Antara pulau dan seorang petualang yang gila
Seperti penjahat dan kebaikan dihalang ruang dan undang-undang
Seorang ayah membelah anak dari ibunya dan sebaliknya
Atau senyummu dinding di antara aku dan ketidakwarasan
Persis segelas kopi tanpa gula pejamkan mimpi dari tidur
Apa kabar hari ini?
Lihat tanda tanya itu
Jurang antara kebodohan dan keinginanku
Memilikimu sekali lagi
Begitulah kira-kira larik demi larik puisi Rangga untuk Cinta yang bukan hanya meluluh lantakkan luka Cinta untuk Rangga, namun juga hati kita - para penonton- untuk mereka berdua.
Setelah menanti 14 tahun lamanya, akhirnya kita para pengagum film bernuansa romantis puitis, mendapatkan sebuah jawaban kemana hubungan Cinta dan Rangga akan menuju. Apa yang terjadi dengan mereka selama 9 tahun (dalam cerita itu) sehingga mereka harus berpisah, mengesampingkan teknologi mutakhir yang tak bisa kita hitung banyaknya untuk melawan kerinduan LDR?
Awalnya, saya pribadi sendiri bertanya, kok bisa mereka masih berkirim surat di zaman yang sudah penuh sosmed, email gratis, Video Call, free chat? Apakah amunisi-amunisi itu masih belum cukup untuk bertempur melawan perih menjalani hubungan jarak jauh?
Well, ternyata tidak sesederhana itu. Film ini bisa jadi sebuah lukisan fakta, dimana seringkali kisah cinta di dunia fana ini, terseok-seok karena adanya sedikit sentuhan orang tua. Meskipun, pilihan ada di tangan mereka berdua, namun ternyata asal-muasal berpisahnya dua sejoli ini di dalam cerita adalah karena rasa tertekan Rangga dari sekedar sepenggal kalimat ayah Cinta yang tidak ada nada menekan dan mungkin tidak bermaksud menekan namun berhasil menekan seorang pria secerdas Rangga.
"Rangga, cepat selesaikan kuliahnya dan segera kembali ke Indonesia. Segera cari pekerjaan, dan jangan biarkan Cinta menunggu terlalu lama. Kasian Cinta."
Yah, kurang lebih seperti itu kata-kata ayah Cinta yang disampaikan Rangga sebagai alasan mengapa dia memilih untuk 'menghilang'.
Namun mencoba mengabaikan drama dan rasa patah hati yang ikut mengalir ke jantungku, aku masih merinding setiap kali mendengar suara Nicholas Saputra yang memerankan Rangga membacakan puisi dalam film ini. Jujur hal ini yang membuatku tak bisa beralih dari film ini - meskipun ada Civil War di deretan film terbaru, aku masih memilih AADC - puisi-puisi romantis yang tak kacangan yang bisa membuatmu merasa bahwa puisi ini tak hanya diciptakan untuk Cinta, tapi untukmu juga.
Hal kedua yang paling mengena dalam cerita AADC 2 ini adalah, pertemuan Rangga dengan sang ibu yang selama 25 tahun tak pernah ada untuknya. Mungkin ini satu-satunya adegan yang bagiku, cukup membuatku menitikkan air mata.
Untuk kisah cintanya sendiri sebenarnya cukup sederhana namun membumi, yakni seringkali terjadi di sisi-sisi hidup kita. Hal-hal kekinian semacam 'Mantan, maafkan aku yang dulu', menjadi terlihat klasik, romantis, dan tidak hiperbola dalam kisah ini. Karena secara garis besar, isi dari kisah ini adalah, bagaimana Rangga yang kembali dan mencoba meminta maaf kepada sang mantan yang ia tinggalkan tanpa alasan yang jelas. Disaat sang mantan telah bertunangan dan hampir menikah, dan mencoba untuk tidak lagi berurusan dengannya. Terlebih sang mantan akan menikah dengan seseorang yang menurut kita mungkin, sempurna. Tampan, kaya, pintar, dan mencintai dirinya.
Namun Mauren, sahabat Cinta yang mungkin lebih mengerti isi diri Cinta, memahami bahwa apa yang Cinta lakukan hanyalah bentuk pelarian semata dari rasa sakitnya. Dimana pernikahannya dengan Trian, menurutnya adalah penyembuh sempurna untuk luka hatinya terhadap 'kejahatan' yang pernah Rangga lakukan. Tanpa dia sadari, ia akan menikahi orang baik yang sama sekali tidak ia cintai. Apakah Cinta akan bahagia jika melakukannya? Kita sebagai penonton dan pengamat film ini jelas sudah tau jawabannya. Senyum sejati Cinta hanya merekah saat bersama Rangga, bukan Trian.
Detil filmnya, pasti akan lebih menggugah jiwa jika teman-teman menonton dan memahaminya sendiri dari sudut kaca mata masing-masing. Karena beda referensi, latar belakang, dan sejarah kita dalam menghadapi kisah cinta di dunia nyata pastinya akan mempengaruhi penilaian kita terhadap film ini.
Intinya, ada begitu banyak kalimat-kalimat yang bisa kita jadikan kutipan dalam film ini termasuk puisi-puisinya yang memikiat. Untungnya, kita sudah bisa menikmati puisi-puisi dalam film AADC 2 ini dalam bentuk buku berjudul 'Tidak Ada New York Hari Ini" karya M. Aan Mansyur. Sekalian kita berkenalan dengan sang 'Rangga' dalam kehidupan nyata. Si penulis asli dari puisi-puisi yang ia buat hampir satu tahun berdasarkan skrip asli film AADC 2. Buku terbitan Gramedia Pustaka Utama seharga RP60.000 ini sudah terbit sejak 25 April lalu dengan 120 halaman beserta beberapa foto dari film AADC 2.
Akhirnya, ada kata dan ada batas diantaranya. Dan seringkali kita mendadak menjadi pujangga setelah mengalami tiga hal; 1. Jatuh cinta ; 2. Patah hati; dan 3. Menikmati Rangga yang sedang membaca puisi.
So, happy Friday and happy watching everyone! (N/S)
Sumber Foto KapanLagi.com
Keterkejutan sekejap di wajah Victor yang biasanya terkendali. Dia jelas tidak pernah menduga akan pertanyaan ini.
“Darimana kau mendengar semua ini?” desak Robert.
“Dari pasangan yang kutemui di Rusia. Nama mereka adalah Mark dan Oksana.”
“Mark dan Oksana…” Lagi, tatapan Robert mengembara jauh sebentar. Aku rasa hal ini sering terjadi, bahwa dia tidak terlalu banyak menghabiskan waktu di kehidupan nyata. “Aku tidak tahu kalau mereka masih bersama.”
“Mereka masih bersama. Dan mereka sangat bahagia.” Aku memerlukan dia kembali ke masa sekarang. “Apakah itu benar? Apa kau memang pernah melakukan apa yang mereka ceritakan? Apa itu mungkin?” Respon Robert diawali dengan sebuah jeda.
“Wanita itu.”
“Huh?”
“Dia adalah seorang wanita. Aku telah membebaskannya.” Aku terkesiap dan terlupa akan diriku sendiri, nyaris tak berani memproses kata-katanya.
“Kau berbohong.” itu suara Adrian, dengan nada yang kasar.
Robert melirik ke arahnya dengan ekspresi geli dan sinis.
“Dan siapa kau berani berkata seperti itu? Bagaimana kau bisa mengatakannya? Kau telah begitu banyak menggerus dan menyalahgunakan kekuatanmu, sangat mengherankan karena kau masih bisa menyentuh kekuatan itu lagi. Dan semua hal yang kau lakukan terhadap dirimu sendiri … tidak benar-benar membantumu, kan? Hukuman roh masih mempengaruhimu … segera, kau tidak akan bisa membedakan antara kenyataan dan mimpi …”
Kata-kata itu membekukan Adrian sesaat, namun ia tetap berbicara.
“Aku tidak perlu tanda fisik apapun untuk melihat kalau kau sedang berbohong. Aku tahu kau berbohong karena apa yang kau gambarkan itu tidak mungkin. Mereka telah mati. Selamanya.”
“Ini adalah cerita yang mana yang telah mati tidak selamanya akan mati…” Kata-kata Robert tidak ditujukan kepada Adrian. Kata-kata itu berbicara kepadaku. Aku mengigil.
“Bagaimana? Bagamana cara kau melakukannya?”
“Dengan sebuah pasak. Dia terbunuh dengan sebuah pasak, dan dengan itu pula, dia dikembalikan ke kehidupan.”
“Baiklah,” kataku. “Itu kebohongan. Aku sudah pernah membunuh banyak Strigoi dengan pasak, dan percaya padaku, mereka tetap saja mati.”
“Bukan sekedar pasak biasa.” Jemari Robert menari di pinggiran gelasnya. “Sebuah pasak khusus.”
“Sebuah pasak yang dimantrai oleh roh,” kata Lissa tiba-tiba.
Robert mengangkat matanya ke arah Lissa dan tersenyum. Itu adalah senyum yang menakutkan. “Ya. Kau gadis yang pintar, gadis yang pintar. Seorang gadis yang lembut dan pintar. Lembut dan baik. Aku bisa melihatnya dari auramu.”
Aku menatap ke luar meja, pikiranku mengarah entah kemana. Sebuah pasak yang dimantarai oleh roh. Pasak perak yang telah di mantrai oleh empat element utama kaum Moroi: tanah, udara, air, dan api. Itu merupakan infusi kehidupan yang bisa menghancurkan kekuatan yang tidak mati di dalam diri Strigoi. Dengan penemuan terbaru kami tentang bagaimana cara memantrai sebuah objek dengan roh, menginfusi sebuah pasak tidak pernah terpikirkan dalam benak kami sebelumnya. Roh menyembuhkan. Roh telah membawaku kembali dari kematian. Dengan bergabung bersama elemen yang lain di dalam sebuah pasak, apakah mungkin benar kegelapan yang berbelit-belit yang mencengkram Strigoi bisa dilenyapkan, hingga mengembalikan seseorang ke keadaannya yang semula? Aku bersyukur saat makanan datang sebab otakku masih bergerak dengan malasnya. Telur gulung memberikan kesempatan yang hangat untuk berpikir.
“Apakah benar bisa semudah itu?” tanyaku akhirnya.
Robert mengejek. “Tidak semudah itu.”
“Tapi tadi kau bilang … kau baru saja bilang kita memerlukan sebuah pasak dengan mantra roh. Dan kemudian aku membunuh satu Strigoi dengan pasak bermantra itu.” Atau baiklah, bukan membunuh. Teknisnya tidak seperti itu.
Senyumnya kembali merekah. “Bukan kau. Kau tidak bisa melakukannya.”
“Lalu siapa…” aku berhenti, sisa kata-kata yang ingin kuucapkan sekarat di bibirku. “Tidak. Tidak.”
“Seorang Shadow-Kissed tidak memiliki anugerah kehidupan. Hanya untuk yang dianugerahi oleh roh.” Dia menjelaskan. “Pertanyaannya adalah: Siapa yang mampu melakukannya? Si Gadis Lembut atau Si Tanah Mabuk?” matanya mengibas antara Lissa dan Adrian. “Aku bertaruh untuk Si Gadis Lembut.”
Kata-kata itu menamparku keluar dari kondisi bengalku. Pada kenyataannya, pilihan itu menghancurkan semuanya, mimpi yang mengada-ada untuk menyelamatkan Dimitri.
“Tidak,” ulangku. “Meskipun itu mungkin — dan aku tidak yakin apakah aku bisa mempercayaimu — dia tidak bisa melakukannya. Aku tidak akan mengizinkan dia melakukannya.”
Lissa berpaling ke arahku, kemarahan membanjiri ikatan kami. “Dan sejak kapan kau yang menentukan apa yang bisa dan tidak bisa aku lakukan?”
“Sejak aku ingat bahwa kau tidak pernah mengikuti latihan pengawal dan belajar menusukkan pasak ke Strigoi.” Aku mengembalikan kata-katanya dengan imbang, mencoba menjaga suaraku agar tetap tenang. “Kau hanya pernah menonjok Reed, dan itu cukup keras.” Saat Avery Lazar pernah mencoba mengambil alih pikiran Lissa, dia mengirimkan saudara laki-laki Shadow-kissed nya untuk melakukan beberapa pekerjaan kotor. dengan bantuanku, Lissa menonjok laki-laki itu dan membuatnya menjauh. Kejadian eksekusi yang indah, namun Lissa membencinya.
“Aku telah melakukannya, kan?” seru Lissa.
“Liss, menonjok seseorang tidak sama dengan menancapkan pasak ke Strigoi. Dan itu tidak termasuk hitungan bahwa faktanya kalau kau harus berada dekat dengan mereka. Apa kau pikir kalau kau bisa berada di dalam jarak tersebut sebelum satu dari mereka menggigitmu atau mematahkan lehermu? Tidak.”
“Aku akan belajar.” Kesungguhan dari suara dan pikirannya sangatlah mengagumkan, namun perlu sepuluh tahun dari usia pengawal untuk mempelajari apa yang telah kami lakukan — dan sebagian besar telah terbunuh.
Adrian dan Eddie terlihat tidak nyaman di tengah-tengah pertengkaran kami, namun Victor dan Robert terlihat tertarik dan geli. Aku tidak suka itu. Kami disini bukan untuk menjadi hiburan.
Aku mencoba membelokkan topik berbahaya itu dengan kembali kepada Robert. “Jika seorang pengguna roh mengembalikan Strigoi, itu berarti orang tersebut akan menjadi seorang Shadow-kissed (dicium bayangan).”
Aku tidak menunjukkan kesimpulan yang jelas kepada Lissa. Bagian yang membuat Avery gila (disamping penggunaan roh dengan normal) adalah terikat dengan lebih dari satu orang. Melakukannya menciptakan sebuah situasi yang sangat tidak stabil yang akan sering kali mengantarkan semua orang yang terkait di dalamnya ke dalam kegelapan dan kegilaan.
Mata Robert tumbuh mengawang-awang saat dia menatap langsung ke arahku. “Bentuk ikatan saat seseorang mati — saat jiwa mereka sebenarnya sudah pergi dan berpindah ke dunia kematian. Membawanya kembali membentuk mereka menjadi Shadow-kissed. Tanda kematian menempel pada mereka.” Pandangannya mendadak menusukku. “Sama seperti yang terjadi padamu.”
Aku menolak untuk menghindari matanya, meskipun rasa dingin melalui kata-katanya terkirim menembus diriku. “Strigoi telah mati. Menyelamatkan satu berarti mengembalikan jiwanya dari dunia kematian juga.”
“Tidak,” sanggahnya. “Jiwa mereka belum berpindah ke dunia kematian. Jiwa-jiwa mereka masih hidup… tidak di dunia ini juga tidak pula di dunia setelahnya. Kondisinya salah dan tidak alami. Itulah yang membentuk jati diri mereka sekarang. Membunuh atau menyelamatkan satu Strigoi, akan mengirimkan jiwanya ke kondisi semula. Tidak ada ikatan.”
“Jadi tidak ada bahaya,” kata Lissa padaku.
“Selain Strigoi yang akan membunuhmu,” aku menekankan.
“Rose —“
“Kita aka menyelesaikan percakapan ini nanti.” Aku memberinya tatapan tajam. Kami bertatapan sebentar, dan kemudian dia berpaling ke arah Robert. Masih ada sedikit sifat keras kepala di dalam ikatan kami yang membuatku tidak suka.
“Bagaimana caramu memantrai pasak itu?” tanyanya. “Aku masih belajar.”
Aku mulai menilai Lissa dan kemudian berpikir lebih baik dari ini. Mungkin Robert keliru. Mungkin semua hal tentang mengubah Strigoi ini sebenarnya tentang sebuah pasak yang diisi energi roh. Dia hanya berpikir bahwa pengguna roh yang harus melakukannya karena dia telah melakukannya. Kata orang. Selain itu, aku lebih memilih Lissa menyibukkan dirinya sendiri dengan memantrai daripada bertempur. Jika bagian memantrai terdengar sulit, dia mungkin akan menyerah untuk bertarung.
Robert menatapku dan kemudia Eddie. “Salah satu dari kalian pastinya memiliki sebuah pasak sekarang. Aku akan menunjukkannya pada kalian.”
“Kau tidak boleh menunjukkan sebuah pasak di muka umum,” seru Adrian, dan itu adalah observasi yang sungguh bijaksana. “Benda itu akan terlihat aneh bagi manusia, tapi jelas terlihat kalau benda itu adalah sebuah senjata.”
“Dia benar,” kata Eddie.
“Kita bisa kembali ke kamar setelah makan malam,” kata Victor. Wajahnya terlihat senang dan lembut dengan sempurna. Aku mempelajarinya, berharap bahwa ekspresiku bisa menunjukkan rasa tidak percayaku. Meskipun dengan semangat Lissa, aku bisa merasakan keraguan di dirinya juga. Dia masih tidak senang mengikuti apapun saran dari Victor. Kami telah melihat di masa lalu bagimana mati-matiannya Victor melakukan sejauh yang ia bisa untuk memenuhi rencananya. Dia meyakinkan anak perempuannya sendiri untuk merubah dirinya menjadi Strigoi dan membantunya keluar dari penjara. Dan dari semua yang kami tahu, dia merencanakan hal yang sama untuk —
“Itu dia,” aku menarik nafas, merasakan mataku melebar saat aku menatap Victor.
“Itu dia apa?” tanya Victor.
“Itulah mengapa kau mengubah Natalie. Kau pikir … kau sudah tahu tentang semua ini. Apa yang telah Robert lakukan. Kau akan menggunakan kekuatan Strigoinya dan meminta Robert untuk mengembalikannya lagi.”
Wajah Victor yang sudah pucat semakin pucat, dan dia terlihat begitu tua di mata kami. Tatapan percaya dirinya menghilang dan ia mengalihkan jauh pandangannya.
“Natalie sudah mati dan telah lama hilang,” katanya kaku. “Tidak ada hubungannya mendiskusikan dia.”
Beberapa dari kami berusaha untuk makan setelah itu, namun telur gulungku terasa hambar sekarang. Lissa dan aku berpikir hal yang sama. Diantara semua dosa-dosa Victor, aku selalu berpikir bahwa usahanya untuk meyakinkan putrinya sendiri untuk berubah menjadi Strigoi adalah yang terjahat. Itu yang membuatku setuju untuk meberikan ia label sebagai monster. Mendadak, aku dipaksa untuk mengevaluasi kembali banyak hal — dipaksa untuk mengevaluasi dia kembali. Jika dia tahu bahwa dia bisa membawa putrinya kembali, itu membuat apa yang telah ia lakukan buruk — namun tidak buruk yang seperti itu. Dia masih menjadi sosok iblis di dalam pikiranku, tidak ada pertanyaan. Namun jika dia percaya kalau dia bisa membawa Natalie kembali, itu berarti dia percaya dengan kekuatan Robert. Aku masih belum bisa mengizinkan Lissa mendekati Strigoi, tapi ini adalah dongeng yang tidak dapat dipercaya menjadi bisa dipercaya. Aku tidak bisa membiarkannya tanpa investigasi lebih jauh.
“Kita bisa pergi ke kamar setelah ini,” kataku akhirnya. “Tapi tidak untuk waktu yang lama.”
Kata-kataku untuk Victor dan Robert. Robert terlihat menghilang masuk ke dalam dunianya sendiri lagi, namun Victor mengangguk.
Aku meberikan tatapan cepat ke arah Eddie and mendapatkan anggukan singkat yang berbeda dari dirinya yang biasa. Dia paham dengan resiko membawa kedua saudara ini kesebuah ruangan pribadi. Eddie sudah pernah berkata padaku bahwa ia akan ekstra waspada — bukan berarti dari tadi dia tidak waspada. Akhirnya kami menghabiskan makan malam kami, aku dan Eddie merasa kaku dan tegang. Dia berjalan didekat Robert, dan aku disamping Victor. Kami menjaga Lissa dan Adrian diantara kedua bersaudara itu. Meskipun menjaganya untuk tetap dekat, namun agak susah saat kami harus melewati kasino yang padat. Orang-orang berhenti di jalur kami, berjalan di sekitar kami, melewati kami … sangat kacau. Dua kali, grup kami terpisah oleh turis yang lupa daratan. Kami tidak terlalu jauh dari lift, namun aku merasa tidak nyaman tentang kemungkinan bahwa Victor dan Robert bisa melarikan diri melalui gerombolan orang-orang.
“Kita perlu keluar dari keramaian ini,” teriakku pada Eddie. Dia mengangguk cepat dan mengambil arah kiri mendadak yang membuatku terkejut. Aku pun mengarahkan Victor ke arah yang sama, Lissa dan Adrian berjalan disamping untuk menyeimbangi kami. Aku masih belum tahu apa rencana Eddie sampai aku melihat bahwa kami mendekati sebuah lorong dengan tulisan PINTU DARURAT di depannya. Jauh dari kasino yang sibuk, level suara ribut meredup.
“Aku menduga kemungkinan adanya tangga disini,” jelas Eddie.
“Penjaga yang ahli.” aku mengerjapkan senyuman ke arahnya.
Belokan selanjutnya menunjukkan kami lemari kebersihan di sebelah kanan dan di depan kami: sebuah pintu dengan simbol tangga. Pintu itu menunjukkan baik ke arah luar maupun ke lantai atas.l
“Cerdas,” kataku.
“Kalian ada di lantai sepuluh,” tegas Adrian. Itu pertama kalinya dia berbicara sejak tadi.
“Anggap saja latihan kecil — sial.” aku berhenti mendadak di depan pintu. Ada sebuah tanda peringatan kecil bahwa alarm akan berbunyi jika pintu dibuka. “Perhitungkan.”
“Maaf,” kata Eddie seolah dia secara pribadi yang bertanggung jawab.
“Bukan salahmu,” kataku, berbalik. “Kita kembali.” kami harus mencoba kesempatan kami dengan melalui kerumunan orang-orang. Mungkin jalan memutar ini membuat Victor dan Robert cukup lelah dan menganggap kabur adalah sesuatu hal yang tidak menarik. Tidak ada dari mereka berdua yang masih muda, dan Victor masih dalam kondisi yang buruk.
Lissa begitu tegang untuk terlalu berpikir tentang diarahkan kembali, namun Adrian menatapku bahwa jelas dia berpikir berjalan tak tentu arah seperti ini membuang waktunya. Jelas sekali, dia berpikir bahwa segala tentang Robert ini membuang waktunya. Sejujurnya, aku cukup kaget saat dia mengikuti kami kembali ke kamar. Aku mengira dia akan tinggal di kasino dengan rokok dan minumannya.
Eddie, memimpin grup kami, melangkah kembali menuju kasino di bawah. Dan kemudian sesuatu menghantamku.
“Berhenti!” aku berteriak.
Dia merespon segera, berhenti di bagian ruangan yang sempit. Sedikit kebingungan mengikuti. Victor tersandung ke arah Eddie dengan terkejut, dan kemudian Lissa tersandung ke arah Victor. Insting membuat Eddie mengambil pasaknya, namun pasakku sudah lebih dulu keluar. Aku memegang pasakku saat rasa mual menyapuku. Ada Strigoi diantara kami dan kasino.
Bersambung ke Chapter 10 .: Coming Soon :.
Diterjemahkan langsung dari Novel Vampir Academy: Spirit Bound karya Richelle Mead oleh Noor Saadah. This is truly fanmade and no profit work.
Wake up, Girls!
Time for the second day!
Kami memulai tour hari kedua dengan tak sabar. Driver dari Tour and Travel kami sudah menunggu di lobi hotel. Dan tempat pertama yang akan kami kunjungi di hari pertama ini adalah Tanjung Benoa.
Pantai Tanjung Benoa adalah pantai dengan gelar surganya wahana air. Tempat dimana kita bisa bermain sepuasnya dengan berbagai macam pilihan permainan air. Dari banana boat sampai seawalker ada disini. Atau kalau kita ingin bermain dengan penyu, kita bisa mengunjungi Pulau Penyu di Tanjung Benoa ini.
Untuk ke Pantai Tanjung Benoa yang berlokasi di Kuta Selatan, kami melewati Tol Mandara yang merupakan jalan tol terapung pertama di Indonesia. Membentang sepanjang 12,7 kilometer melingkar-lingkar di atas laut bisa menjadi hal menarik untuk dilihat, terutama kalau kita menikmatinya dari jendela pesawat.
Tol Mandara
Di Tanjung Benoa, kami memilih wahana air yang disediakan oleh Watermark Bali. Bisa dibilang aku fall in love dengan nuansa yang ada di tempat ini. Dengan Gazebo di tengah-tengah pasir dan jalan-jalan yang dibuat dari papan kayu, terlihat sangat romantis dan sweet. Sepertinya akan sangat romantis jika mengadakan private wedding atau prawed disini.
Can you see a white private wedding here?
So romantic!
We are ready to play!
Don't forget to take alot of pics guys!
First, lets start with A banana boat!
There's always a first time for everything.
And honestly, I was really nervous to fly.
Time to Flying Fish!
Sea Rafting with Donut Boat!
I wish I could play Parasailing,
but maybe that was not the right time for me.
Tanjung Benoa sky and sea.
Can you see the beauty of it?
May I have a white wedding here?