Virginitas : Save or Not ?

by - 10:46 PM

BANJARMASIN – Mempertanyakan pentingnya sebuah virginitas bukan lagi hal yang baru di Indonesia. Ketabuan jadi semakin longgar selaras dengan budaya asing yang full demokrasi perlahan masuk mengkontaminasi pikiran putra putri bangsa. Hal yang dulu dianggap 'famali' untuk dibicarakan, sekarang bebas untuk diteriakkan oleh siapapun. Bahkan anak kecil baru belajar bicara pun mulai tahu beberapa kosakata yang belum pantas untuk umurannya.

Terlepas dari pantas tidaknya kosakata tersebut, virginitas ibarat bunga yang menyeruak di tengah musim semi, selalu menjadi bahan perbincangan yang tidak pernah aus setiap detiknya. Meski berulang kali menjadi judul pembahasan yang hangat, penting tidaknya virginitas sebelum menikah selalu mendapat jawaban berbeda dari tiap sisi wajah.

Menurut Naning Pranoto dalam bukunya Virgin? Sex and Teens, keperawanan atau virginitas (virginity) disebut pula sebagai selaput dara atau hymen. Ia berupa selaput tipis yang menutupi 'pintu' rongga vagina. Selaput ini akan robek bila yang empunya melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis. Itulah makanya, seorang cewek yang belum robek hymennya disebut masih gadis atau masih perawan.

Bagi masyarakat Banjarmasin sendiri, keperawanan merupakan hal yang perlu dipertahankan. Terlebih sebagian besar masyarakat di provinsi ini merupakan masyarakat agamis yang masih berpegang teguh pada norma agama.

Namun tak elak jika terjadi perbedaan pendapat antara kaum tua dengan kaum muda. Faktanya, di antara orang-orang yang masih menganggap keperawanan sebagai lambang kesucian yang sakral, yang harus dipertahankan sampai menginjak singgasana pelaminan, ada sebagian remaja yang tampak mulai mengikis anggapan itu.

Sebut saja Arini (bukan nama sebenarnya), gadis berdarah jawa-banjar ini mengaku sudah tidak perawan lagi sejak duduk di bangku SMA. Meski terkesan malu-malu, ia mengungkapkan alasan yang ia percaya sebagai dasar untuk membenarkan perbuatannya. "Keperawanan itu penting, namun cinta itu lebih penting," ujarnya. Ketika ditanya perihal apakah menyesal setelah tidak lagi menjadi seorang 'gadis perawan', Arini menjawab dengan mantap,"Saya tidak menyesal, karena saya memberikannya kepada orang yang saya cintai."

Apa yang terjadi terhadap Arini biasa disebut oleh masyarakat konvensional sebagai 'cinta buta'. Menurut Naning, apa yang dialami oleh Arini itu bukanlah cinta melainkan libido. Libido merupakan keinginan atau dorongan untuk melakukan hubungan seks. Di dalam bukunya, ia menjelaskan bahwa hampir 97% seseorang jatuh cinta pada lawan jenisnya karena didorong atau digerakkan oleh libidonya. Jadi, hanya 3% yang jatuh cinta pada lawan jenisnya karena pure atau murni jatuh cinta.

Lain Arini lain pula Isna. Gadis perantauan yang baru saja mengenal Banjarmasin ini juga mengaku sudah tidak perawan lagi. Setelah mengenal Andi, seorang pemuda gaul Banjarmasin, Isna kehilangan keperawanannya tepat sebulan setelah 'jadian'. "Mau gimana lagi, teman-teman di kost saya pada manas-manasin. Katanya rugi kalau nggak pernah ML. Mereka juga cerita kalau mereka sudah sering begituan," ujarnya dengan mata menerawang.
Karena tergoda oleh iming-iming kenikmatan sesaat oleh teman satu atap, Isna akhirnya tidak mampu mempertahankan kesuciannya. "Pacarku bilang katanya ini untuk pembuktian cinta. Trus dia bilang dia bakal bertanggung jawab kalau ada apa-apa," lanjutnya sambil memain-mainkan rambut rebonding-nya.

"Tapi jangankan bertanggung jawab, sekarang aja kami udah nggak punya hubungan apa-apa lagi. Udah putus beberapa bulan yang lalu," katanya sambil tertawa kecil. Tidak terlihat rasa penyesalan sedikitpun di wajah cantiknya. Untungnya, Isna tidak merasa dunia akan segera kiamat setelah ia pisah dengan lelaki yang sudah merenggut harta keperempuanannya itu. Ia bahkan membanggakan pacar barunya yang 'katanya' menerima ia apa adanya.

Berbalik sudut pandang, tanggapan berbeda didapat ketika masalah virginitas ini ditanyakan kepada para kaum Adam. Keyya misalnya, cowok yang masih berstatus mahasiswa ini berpendapat tidak masalah kalau perempuan sudah tidak lagi perawan. Baginya kecocokan lebih penting dibanding mempermasalahkan keperawanan di dalam hubungan yang ia bina. "Toh aku juga udah nggak perjaka lagi, jadi nggak masalah sih bagiku kalau dapat pacar atau istri yang juga udah nggak perawan lagi," ungkapnya jujur. "Yang penting dalam hubungan itu adalah kesetiaan," lanjutnya lagi serius.

Laki-laki yang hanya bisa ditanyai via telepon ini mengaku sudah beberapa kali 'mecah duren' anak perawan. "Kami melakukannya lantaran sama-sama suka. Nggak ada unsur paksaan kok," ujarnya kalem.

Berbeda dengan Keyya, Ayan tidak sependapat jika keperawanan dijadikan masalah kesekian dalam membangun suatu hubungan. "Keperawanan itu penting karena merupakan bukti bahwa seorang gadis bisa menjaga dirinya dengan baik," kata mahasiwa disatu PTN di Banjarmasin itu. Saat ditanya bagaimana jika wanita yang ia cintai ternyata sudah tidak perawan lagi, Ayan menjawab dengan tegas, "Lebih baik putus saja. Jika dari awal tidak ada kejujuran, hubungan tidak bisa dilanjutkan ke arah yang lebih serius."

Ayan pun menambahkan, gadis baik-baik juga akan mendapat laki-laki yang baik pula. Menurutnya tidak pantas jika seorang lelaki yang tidak lagi perjaka mengharapkan gadis yang masih virgin. "Wanita sudah seharusnya menjaga harta mereka yang paling berharga dan sebagai laki-laki sudah sepantasnya menghargai seorang wanita."

"Keperawanan itu penting, tapi bukan yang utama," ujar Shesa. Gadis manis keturunan Cina ini berpendapat masih banyak hal yang lebih penting dari sekedar meributkan perawan tidaknya seorang gadis. Namun ia tetap setuju bahwa virginitas tetap harus dijaga sampai seorang gadis resmi berubah status menjadi seorang istri. "Saya tentu saja akan menyimpan keperawanan saya sebagai kado terindah untuk suami saya kelak,"lanjutnya pasti.
Serupa dengan Shesa, Rina pun berpendapat sama. Hanya saja ia tidak menolak jika seandainya harus menyerahakan keperawanannya kepada orang yang ia cintai. "Asalkan udah pasti seratus persen bakal nikah," kata gadis yang masih virgin ini sambil tertawa keras.

"Keperawanan adalah simbol kesucian seorang wanita. Apalagi sebagai gadis timur yang beragama, sudah sepatutnyalah kita menjaga apa yang memang seharusnya kita jaga. Malam pertama akan lebih berkesan jika dilakukan dalam suasana yang sakral atas restu orang tua serta sah di mata agama dan hukum. Tentu saja kita tidak bisa meniru masyarakat barat yang kebanyakan berpendapat kalau virginity hanyalah persoalan selaput dara semata. Sehingga mereka menghalalkan reparasi hymen hanya untuk mengembalikan selaput daranya seperti sedia kala. Padahal keperawanan tidak hanya berfokus pada rusak tidaknya selaput dara, tapi pernah tidaknya kita menyerahkan diri sepenuhnya kepada seseorang," papar Enna, seorang mahasiswa tingkat 3 di Banjarmasin.(Enoy)

You May Also Like

3 komentar

  1. ,,hayunya,,,virgin kada,,,gagagag,,,

    ReplyDelete
  2. Semoga bukan berdasar dari pengalaman penulis.. Peace

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah bukan, penulis hanya mencari nara sumber dan menuliskannya kembali sebagai bahan tugas kuliah. :)

      Delete