Catatan Kuliah Sosiolinguistik : Gosip

by - 9:32 PM

Salah satu sebab perempuan suka membicarakan kehidupan orang lain adalah karena perempuan suka membicarakan kehidupannya sendiri kepada sahabatnya. Pembicaraan ini menjadi gosip ketika si sahabat (yang diberi tahu tentang kisah itu) menceritakan ulang semua itu kepada seseorang lain–yang agaknya seorang sahabat juga. Membicarakan hal-hal yang terjadi dalam kehidupan Anda dan kehidupan lawan bicara Anda adalah tindakan berbagi rahasia dalam versi orang dewasa, saripati persahabatan anak gadis dan wanita dewasa.

Dalam cerita Alice Mattison berjudul New Haven yang saya kutip dalam bab dua buku ini, Eleanor memberi tahu Patsy bahwa ia jatuh cinta kepada seorang lelaki yang beristri. Begitu kata-kata ini terucap, Eleanor merasa “sedikit malu karena tiba-tiba membocorkan rahasianya”, namun “ia juga merasa senang; sekali ini ia tidak harus menyimpannya. Dan menyenangkan sekali berbicara tentang Peter.” Saya terkesima oleh kata-kata Mattison–“membocorkan rahasia” –yang menyiratkan bahwa memiliki rahasia membuat seseorang merasa lebih kuat, dan menceritakan rahasia itu sama dengan menyerahkan sesuatu. Mattison juga menggambarkan rasa gembira karena tidak harus menyembunyikan sesuatu dan mampu menceritakan apa-apa yang ada di benak.

Tetap memberi tahu para sahabat tentang peristiwa-peristiwa terakhir dalam kehidupan seseorang tidak hanya sebuah hak istimewa; bagi banyak perempuan hal itu menjadi kewajiban. Seorang perempuan menjelaskan bahwa ia tidak suka berulang-ulang membicarakan putusnya hubungan dengan pacarnya, namun ia harus, sebab jika ia tidak memberi tahu para sahabat karibnya tentang perkembangan yang demikian penting, mereka akan merasa amat sakit hati

Karena menceritakan rahasia adalah bagian penting dalam persahabatan bagi umumnya perempuan, mereka akan mengalami kesulitan saat tak lagi punya rahasia untuk diceritakan. Misalnya, seorang perempuan yang saya sebut Carol mempunyai sejumlah sahabat wanita yang bercakap-cakap dengan dia setiap beberapa hari sekali, bertukar kisah-kisah tentang kencan dengan kaum pria. Sebelum berkencan mereka saling berbagi kegembiraan, dan setelah kencan itu berlangsung, mereka biasa melaporkan dengan terperinci hal apa yang sudah dikatakan dan dilakukan. Jadi, ketika dia jatuh cinta dan membina hubungan yang bersifat tetap dengan seorang pria, Carol kehabisan bahan untuk dibicarakan bersama sahabat-sahabatnya.

Bukan cuma persahabatan sesama wanita yang dapat menciptakan keadaan satu orang merasa diabaikan karena yang lain menjalin hubungan yang tetap. Dalam cerita Mendocino oleh Ann Packer, si tokoh utama, Bliss, merasa sedih jika mengunjungi abangnya yang kini hidup bersama seorang wanita, karena keakraban si abang dengan wanita itu telah mengurangi keakrabannya dengan Bliss. Bliss teringat akan kedekatan mereka dahulu, ketika

mereka biasa bertukar cerita di tempat kerja dan, saat mulai minum dari botol anggur kedua, saling berbagi kabar seputar kegagalan asmara masing-masing. Bliss terkejut bahwa sampai saat ini ia sama sekali tidak pernah menyadari, bahwa mereka membicarakannya karena semua itu adalah kegagalan. Kini Gerald telah meraih keberhasilannya, dan seakan mereka berdua kini bukan apa-apa melainkan yang sekarang ini: saling bersikap hatl-hati, santun.

Karena tidak lagi berbagi rahasia tentang hubungan mereka dalam pembicaraan empat mata, Bliss mengesani pembicaraannya dengan Gerald, yang kini berlangsung dalam kelompok tiga orang, sebagai percakapan yang berhati-hati dan santun-bisa dikatakan, mirip wicara publik.

Saya memiliki seorang sahabat, lelaki, yang melajang selama beberapa t tahun dan sudah mengembangkan sebuah jaringan luas dan kuat terdiri dari sahabat-sahabat perempuan yang kerap ia ajak berbicara. Ketika ia sudah mengembangkan hubungan yang mantap dengan seorang perempuan dan lalu mereka hidup bersama, sahabat-sahabatnya mengeluh ia tidak lagi membicarakan apa-apa kepada mereka. “Hal itu bukan karena saya menyembunyikan apa-apa dari mereka,” ia menuturkan kepada saya. “Hal itu karena hubungan Naomi dan saya berjalan mulus dan tak ada sesuatu pun yang layak dibicarakan.” Akan tetapi, dengan, berkata demikian, dia sebenamya menuturkan kepada saya satu masalah dalam hubungannya–walaupun masalah itu bukan melibatkan pasangannya, melainkan para sahabatnya.

Ketika wanita Yunani berkumpul untuk berbagi ratapan, ungkapan kesedihan satu wanita mengingatkan yang lain akan deritanya sendiri dan mereka saling memperkuat perasaan masing-masing. Sesungguhnya, Caraveli dan ahli antropologi Joel Kulpers, yang telah mengkaji adat ratapan serupa di Bali, juga mencatat bahwa wanita saling menilai kecakapan dalam seni rakyat ini dengan cara mengukur kemampuan menggerakkan wanita lain agar ikut melibatkan diri dalam pengungkapan duka. Mengungkapkan kepedihan yang mereka rasakan karena kehilangan orang yang dicintai mengikat mereka satu sama lain, dan ikatan itu obat bagi luka kehilangan tersebut.

Sebagian kaum lelaki yang saya wawancarai berkata bahwa mereka tidak membahas masalah/persoalan mereka dengan siapa pun. Kebanyakan pria, yang berkata bahwa mereka suka membahas masalah, mengatakan kepada saya bahwa mereka cenderung membahasnya dengan sahabat perempuan. Sebagian kaum lelaki mengatakan punya sahabat lelaki yang biasa mereka ajak membahas persoalan. Namun ada perbedaan-perbedaan yang menunjukkan bahwa semua itu terletak pada titik yang jauh dari kutub keakraban, bila dibandingkan dengan kebanyakan perempuan. Pertama, lelaki punya satu sahabat, paling banyak dua orang, yang biasa diajak membahas persoalan, tidak seperti pada banyak perempuan yang saya temui, yang punya beberapa, atau bahkan banyak sahabat. Kedua, lelaki sering mengatakan sudah beberapa waktu mereka tidak berbicara dengan sahabat itu–beberapa hari, minggu, bulan, bahkan lebih lama lagi–namun tahu bahwa jika mereka memerlukan, si sahabat akan bersedia. Kebanyakan perempuan herhubungan terus-menerus.

Ketika berbicara dengan para sahabat di telepon, kebanyakan lelaki mungkin membahas apa yang terjadi dalam dunia bisnis, pasar saham, pertandingan sepak bola, atau politik. Mereka bergosip (walaupun mereka tidak menyebutnya begitu) dalam pengertian membicarakan diri sendiri dan orang lain. Namun mereka cenderung berbicara tentang hubungan politik daripada pribadi: kekuasaan lembaga, kemajuan dan kemunduran, usul yang mungkin ditolak atau diterima dalam sidang, rencana mencari uang. Jika lelaki menyebut-nyebut istri dan anak-anaknya, cenderung hanya sekilas, tidak berpanjang-lebar dan tidak rumit dari segi kedalaman maupun perincian. Jika merujuk keadaan pribadi yang sukar, mungkin hanya sedikit dan samar (“Payah.”)

Seorag menceritakan acara perayaan hari Thanksgiving kepada saya.Tiga generasi keluarga istrinya berkumpul: saudara lelaki dan perempuan, anak-anak mereka, dan orangtua mereka. Yang lelaki pergi keluar bermain sepak bola, sementara yang perempuan tinggal di dalam dan berbincang-bincang. Perempuan-perempuan yang lebih tua mengakhiri dengan mengatakan kepada cucu termuda bahwa dia terlalu muda untuk menikah.
Seorang suami menyerahkan rekaman kepada istrinya dengan amat puas dan bangga. “Ini pembicaraan yang hebat”, ia mengumumkan, “karena bukan cuma dia dan aku berbasa-basi seperti ‘Hai, apa kabarmu? Aku menonton film bagus kemarin dulu,’ atau sejenisnya. Yang dibicarakan adalah tugas pemecahan masalah. Setiap kalimat ada maknanya.” Ketika menyimak rekaman itu, sang istri mendengar suami dan sahabat suaminya mencoba memecahkan sebuah masalah komputer.

Gagasan si suami tentang pembicaraan yang bagus adalah pembicaraan dengan isi yang tidak pribadi, berdasarkan fakta, dengan fokus pada tugas. Gagasan si istri adalah pembicaraan dengan isi yang bersifat pribadi.

Penelope Eckert, seorang antropolog, melewatkan waktu bersama gadis-gadis SMU dan menjadi tahu dunia sosial mereka. Donna Eder, seorang sosiolog, melakukan hal yang sama di tingkat SMP. Keduanya mencatat bahwa para gadis meraih status dengan cara bersahabat dengan gadis-gadis yang berstatus tinggi; pemandu sorak, si cantik, dia yang tenar di kalangan para pemuda. Jika bersahabat dengan mereka yang berstatus tinggi merupakan cara meraih status bagi diri Anda sendiri, bagaimana Anda akan membuktikan kepada orang lain bahwa si gadis kondang itu sahabat Anda? Salah satunya adalah menunjukkan bahwa Anda mengetahui rahasia-rahasia mereka, karena dalam konteks persahabatanlah rahasia diungkapkan.

Beberapa,,orang gadis SMU memberi tahu Eckert bahwa mereka lebih suka bersahabat dengan pemuda, karena pemuda tidak berusaha memperoleh perincian cerita yang menarik dan tidak begitu suka menyebar-luaskannya. Gadis-gadis mungkin berpikir bahwa hal in menunjukkan keunggulan budi para pemuda. Namun, Eckert menunjukkan bahwa alasan seorang pemuda tidak begitu suka mengais-ngais gosip dan menyebar-luaskan temuannya adalah karena hat itu tidak banyak bermanfaat baginya. Bagi pemuda, jalan utama mencapai status tidak begitu terkait dengan orang-orang yang akrab dengannya, tetapi lebih terkait dengan prestasi dan kecakapannya, khususnya dalam olahraga, dan kemampuan memenangkan perkelahian (walaupun semakin dewasa seorang pemuda, semakin cenderung perkelahiannya bersifat kata-kata daripada fisik).

Pengukuhan nilai-nilai dengan cara membicarakan orang juga berfungsi dengan cara lain lagi. Kita mengukur perilaku kita terhadap peluang gosip. Kita memerpertikan bagaimana orang lain akan cenderung membicarakan kita. Dalam memutuskan apa yang harus dikerjakan, kita secara otomatis memetakan tindakan yang sedang kita pertimbangkan itu pada latar belakang dialog khayal ini. Hal yang kita pikir mungkin akan diucapkan orang tentang kita berpengaruh atas keputusan kita tentang bagaimana bertindak. Setelah memutuskan, kita menyembunyikan, menyesuaikan, atau menunjukkan perilaku kita untuk mencegah kecaman dan memastikan kita mendapat pujian. Mereka yang bersifat dan sedang dalam usia pemberontak mungkin akan menentang tuntutan yang ditampakkan dalam gosip. Tak jadi soal sikap apa yang diambil terhadap tuntutan itu, anggapan di balik “apa kata orang nanti” menanamkan dalam diri kita sebuah citra tentang sifat dan tindakan orang yang baik. Mendengar orang dipuji karena dermawan dan rendah hati, kita mendapat gagasan itulah sifat yang baik. Mendengar orang dicela karena kikir, tak setia, atau jelek, kita mendapat gagasan bahwa itu semua bukanlah sifat yang baik.

Robinette Kennedy, ahli jiwa yang mengkaji persahabatan perempuan di sebuah desa di Pulau Kreta, menemukan bahwa kaum perempuan sadar benar akan bahaya gosip jahat yang disebabkan oleh pertukaran rahasia. Ia meminta dua belas gadis pelajar untuk menuliskan sifat-sifat yang mereka hargai pada diri seorang sahabat, dan setiap orang menulis: tidak mengkhianati rahasia. Kennedy menemukan bahwa sejumlah perempuan sungguh-sungguh menghindari persahabatan disebabkan hal ini, namun mereka rindu memiliki sahabat.

You May Also Like

0 komentar