Spirit Bound ~ Bahasa Indonesia (Chapter 6) part 2

by - 10:02 PM

K ami memberinya laporan singkat tentang apa yang sudah kami lihat, dan suasana bahagia di hatinya perlahan berkurang. Kunjungan kami membuat apa yang akan kami lakukan hari ini menjadi semakin dan semakin nyata, dan bekerja dengan begitu banyak roh telah cukup membuatnya sampai pada batas kemampuannya.

Beberapa saat kemudian, aku merasakan dirinya menelan ketakutannya sendiri. Dia menjadi lebih baik. Dia mengatakan padaku kalau dia ingin melakukan hal ini dan berniat untuk tetap memegang teguh kata-katanya, meskipun ia semakin merasa ketakutan disetiap detik yang semakin mendekatkan kami pada Victor Dashkov.

Makan siang dan kemudian setelah beberapa jam kemudian, tibalah saatnya untuk mentransformasikan rencana menjadi gerakan. Malam masih terlalu muda untuk manusia, yang berarti malam para vampir akan segera berakhir. Inilah saatnya, sekarang atau tidak sama sekali. Lissa dengan gugup membagian jimat yang ia buat untuk kami, khawatir kalau benda-benda itu tidak bekerja.

Eddie mengenakan pakaian pengawal resmi hitam putih yang telah diberikan kepadanya sedangkan aku dan Lissa tetap mengenakan pakaian santai kami – dengan beberapa perubahan. Rambur Lissa berwarna cokelat kusam, hasil dari beberapa kali dicuci – warna sementara. Rambutku kuikat erat dan ditutupi dengan wig rambut keriting berwarna merah yang mengingatkanku tentang ketidak nyamanan ibuku. Kami duduk dikursi belakang sedangkan Eddie mengemudikan dengan gaya seorang sopir disepanjang jalan terpencil yang kami lalui sebelumnya.Tidak seperti sebelumnya, kami tidak menepi. Kami tetap melaju di jalan, menuju tepat ke arah penjara – atau, yah sebenarnya ke arah pos jaganya. Tidak ada seorang pun yang berbicara saat kami melaju, namun ketegangan dan rasa cemas semakin berkembang di dalam tubuh kami. Sebelum kami bisa mendekati dinding terluar, ada sebuah pos yang dijaga oleh beberapa pengawal. Eddie menghentikan mobil dan mencoba untuk terlihat tenang. Dia menurunkan kaca mobil, dan pengawal yang sedang bertugas itu berjalan mendekat dan merundul supaya bisa melhat kami dengan jelas.

“Apa urusanmu disini?"
Eddie menyerahkan selembar kertas, sikapnya percaya diri dan tidak peduli, yang terlihat sangat normal dengan sempurna.

“Mengantar pendonor yang baru.”
Dokumen itu berisikan segala jenis formulir dan kertas untuk urusan penjara, termasuk laporan status dan formulir-formulir pasokan – seperti para pendonor.

Kami membuat satu salinan dari formulir pendonor dan mengisinya.
“Aku tidak diberitahu tentang adanya pengiriman,” kata pengawal itu, tidak terlihat curiga, lebih seperti bingung. Dia mengntip ke kertas tersebut. “Ini formulir lama.”

Eddie mengangkat bahu. “Cuma itu yang mereka berikan padaku. Aku masih baru dalam hal ini.”

Lelaki itu menyeringai. “Ya, kau sedikit terlihat cukup tua untuk bisa dikatakan baru lulus dari sekolah.” Dia melirik ke arahku dan Lissa, meskipun aku sudah berlatih untuk mengendalikan diri, aku tetap merasa tegang. Wajah si pengawal berubah masam saat ia mempelajari aku dan Lissa. Lissa telah memberikanku sebuah kalung , dan dia mekai sebuah cincin, keduanya merupakan jimat yang berisikan sedikit kompulsi agar orang lain berpikir kalau kami adalah manusia. Mungkin akan lebih mudah jika membuat korban Lissa mengenakan jimat itu dan memaksa mereka untuk berpikir kalau mereka melihat manusia, namun itu tidak mungkin. Sihirnya lebih kuat dengan cara seperti ini.

Dia memicingkan mata, hampir seperti sedang melihat kami melalui kabut. Jika jimat-jimat itu bekerja dengan sempurna, dia tidak mungkin menatap kami dua kali. Jimat-Jimat itu sedikit kurang sempurna. Mereka mengubah penampilan kami namun tidak sebaik yang kami harapkan. Itulah kenapa kami harus susah-susah mengganti penampilan rambut kami: jika ilusi-manusia ini gagal, kami masih punya beberapa perlidungan identitas.

Lissa mempersiapkan dirinya untuk menggunakan kompulsi langsung, meskipun kami berharap kalau hal itu tidak perlu dilakukan terhadap setiap orang yang akan kami temui.

Beberapa saat kemudian, si pengawal berbalik dari kami, sepertinya memutuskan kalau kami memang adalah manusia. Aku menghembuskan napas dan membuka kepalan tanganku. Aku bahkan tidak menyadari kalau aku mengepalkan tanganku dengan sangat kuat.

“Tunggu sebentar, dan aku akan membiarkan ini masuk.” Katanya pada Eddie.

Si penjaga menjauh dan mengangkat telepon di dalam posnya. Eddie melirik ke arah kami. “Sejauh ini baik-baik saja?”

“Selain formulir lama itu,” aku menggerutu.
“Tidak ada cara untuk mengetahui apakah jimatku bekerja?” tanya Eddie.

Lissa telah memberikan Eddie salah satu cincin Tasha, jimat untuk membuatnya terlihat berkulit gelap dan berambut hitam. Karena Lissa tidak menyamarkan rasnya, sihir itu hanya perlu mengaburkan ciri-cirinya. Seperti jimat manusia kami, aku menduga kalau benda ini tidak memproyeksikan gambaran yang sesuai dengan yang Lissa harapkan, namun benda ini telah cukup mengaburkan penampilan Eddie sehingga tidak ada yang bisa mengenali Eddie lagi nanti.

Dengan daya tahan kami terhadap kompulsi – dan mengetahui kalau ada jimat dalam tempat ini, membuat efeknya tidak bereaksi terhadap kami – aku dan Lissa tidak yakin bagaimana ia terlihat sekarang bagi orang lain.

“Aku yakin baik-baik saja,” Lissa kembali meyakinkan.
Si penjaga kembali. “Mereka bilang silakan masuk dan mereka akan menyortir formulir ini disana.”
“Terima kasih,” kata Eddie sembari mengambil formulir itu kembali. Sikap si penjaga menunjukkan bahwa dia berasumsi kalau ini hanyalah kesalahan administrasi. Dia masih termasuk penjaga yang rajin, namun mengingat ada kejadian seseorang menyelundupkan ‘makanan’ ke dalam penjara adalah satu hal yang jarang dibayangkan sebelumnya – atau terlihat sebagai resiko sebagai penjaga. Laki-laki malang.

Dua penjaga menyapa saat kami tiba di pintu dinding penjara. Kami bertiga keluar dan diantar ke lapangan diantara dinding dan penjara itu sendiri. Jika lapangan St. Vladimir dan istana rimbun dan dipenuhi tumbuh-tumbuhan dan pepohonan, tanah disini terlihat kaku dan sepi. Rumput pun tidak ada, hanya tanah yang luas. Apakah ini yang disebut sebagai ‘area berlatih’ para tahanan? Apakah mereka bahkan tidak dizinkan untuk keluar sama sekali? Aku terkejut bahwa tidak ada semacam parit disini.

Di dalam bangunan, tampilannya sesuram tampilan luarnya. Sel kurungan di istana terlihat steril dan dingin, semua terbuat dari bahan logam, dan dinding yang polos. Awalnya aku mengira tempat ini akan terlihat sama seperti itu. Tapi, siapapun yang mendesain Tarasov memiliki cita rasa modern zaman dulu dan malahan meniru jenis penjara yang mungkin bisa ditemukan di zaman Rumania abad pertengahan. Dinding dengan batu yang kasar terus belanjut hingga aula, abu-abu dan memberikan pertanda, dan udaranya terasa dingin dan lembab. Suasana ini pastilah membuat kondisi kerja yang tidak nyaman untuk para penjaga yang dtugaskan disini. Barangkali mereka ingin meyakinkan tampilan depan penjara yang mengerikan menyebar dimana-mana, bahkan untuk para tahanan yang baru pertama kali memasuki pintu gerbang. Menurut cetak biru yang kami miliki, ada sebuah bagian kecil dari tempat ini yang dijadikan asrama para pekerja untuk tinggal. Semoga saja tempat itu lebih baik dari ini.

Dekorasi masa kegelapan atau bukan, kami tetap melewati kamera yang biasa pada saat kami menuruni lorong. Keamanan tempat ini jelas tidak bersifat primitif. Kadang-kadang kami mendengar bunyi pintu yang ditutup dengan suara berat, namun secara keseluruhan, ada sebuah keheningan yang mengerikan yang hampir lebih mengerikan daripada teriakan dan jeritan.

Kami dibawa ke kantor sipir penjara, sebuah ruangan yang masih memiliki arsitektur suram yang sama namun diisi dengan aksesoris administrasi pada umumnya: meja, komputer, dan sebagainya. Ruangan ini terlihat efisien, tidak lebih. Pengantar kami menjelaskan kalau kami akan menemui asisten sipir, karena si senior masih di tempat tidur. Sudah diduga. Bawahan selalu terjebak di shift malam. Aku berharap kalau itu berarti sang junior sudah lelah dan tidak terlalu banyak mengamati. Mungkin juga tidak. Hal itu jarang terjadi pada penjaga, apapun tugas mereka.

“Theo Marx,” kata si asisten sipir, sambil menjabat tangan Eddie. Dia adalah seorang dhampir yang sedikit lebih tua dari usia kami, dan aku menduga-duga kalau dia baru saja ditugaskan disini.

“Larry Brown,” jawab Eddie. Kami menemukan nama yang membosankan untuk Eddie, satu nama yang tidak mencolok dan telah pernah digunakan di kertas tugas. Theo tidak berbicara padaku dan Lissa, namun dia melihat kami dengan lirikan pertanyaan yang sama yang diberikan pria pertama yang telah menerima ilusi dari jimat kami sebelumnya. Rintangan selalu mengikuti, tapi sekali lagi, kami berhasil melaluinya. Theo mengembalikan perhatiannya kepada Eddie dan mengambil formulir persyaratan.

“Ini berbeda dari yang biasanya,” kata Theo.
“Aku sama sekali tidak tahu,” jawab Eddie meminta maaf. “Ini pengalaman pertamaku.”

Theo menarik nafas dan melirik ke arah jam. “Sang sipir akan bertugas dalam beberapa jam lagi. Kurasa kita akan menunggu sampai dia disini untuk mengetahui apa yang sedang terjadi. Sommerfield biasanya mengantarkan mereka bersama-sama.”

Ada beberapa fasilitas Moroi di kota yang mengumpulkan para pendonor -- orang-orang yang berada dalam masyarakat pinggiran yang menghabiskan hidup mereka untuk mabuk dengan endorfin vampir – dan kemudian mendistribusikan mereka. Sommerfield adalah nama dari salah satu fasilitas tersebut yang berlokasi di kota Kansas.

“Aku bukan satu-satunya orang baru yang mereka terima,” kata Eddie. “Mungkin seseorang sedang bingung.”
“Tipikal sekali,” Theo mendengus. “Baiklah, kau mungkn bisa duduk dan menunggu. Aku bisa bawakan kopi jika kau mau.”
“Kapan kami akan melakukan pemberian donor?” aku tiba-tiba bertanya, menggunakan suara rengekan dan mengawang-ngawang sebisaku. “Ini terlalu lama.”
Lissa mengikuti aksiku,” Mereka bilang kita bisa langsung melakukannya saat kita sampai disini.”

Eddie memutar matanya seolah bosan sedang melihat tipikal perilaku para pendonor. “Mereka terus seperti ini sepanjang hari.”

“Aku bisa bayangkan,” kata Theo. “Humph. Pendonor.” Pintu kantornya sedikit terbuka dan dia memanggil seseorang melalui celah itu. “Hey, Wes? Bisa kau kemari?”

Satu dari penjaga pengantar melongokkan kepalanya ke dalam, “ya?”
Theo memberi kami gerakan meremehkan. “Bawa dua orang ini ke bawah, ke area donor supaya mereka tidak membuat kami gila. Jika ada yang bangun, dia bisa menggunakan mereka berdua.”

Wes mengangguk dan memberi isyarat kepada kami untuk keluar. Aku dan Eddie bertukar lirikan. Wajahnya tidak menunjukkan apapun, namun aku tahu dia sedang gugup. Mengeluarkan Victor adalah tugas kami sekarang dan Eddie tidak suka mengirim kami ke sarang naga sendirian.

Wes mengantar kami melalui banyak pintu dan pemeriksaan keamanan saat kami masuk semakin dalam ke dalam kurungan. Aku sadar bahwa di setiap lapisan keamanaan yang aku lewati untuk masuk, harus aku lewati lagi untuk kabur. Menurut cetak biru, area donor bertempat disisi sebaliknya dari kurungan. Aku telah mengasumsikan kalau kami akan mengambil beberapa rute sepanjang batas luar, tapi kami langsung memotong jalur tepat melalui pusat bangunan – dimana para tahanan dijaga. Mempelajari memberiku pemahaman terhadap bagian penjara, tapi Lissa tidak sadar kemana kami pergi sampai sebuah tanda memperingatkan kami. PERINGATAN – MEMASUKI AREA TAHANAN (KRIMINAL).

Kurasa itu adalah kata-kata yang aneh. Bukankah semua orang yang dikurung di dalam adalah kriminal?

Pintu ganda yang berat menghalangi area ini dan wes menggunakan baik kode elektronik maupun kunci sungguhan untuk membukanya. Langkah Lissa tidak berubah, tapi aku merasakan rasa gelisahnya meningkat saat kami memasuki sebuah koridor panjang dengan sel kurungan tertutup yang berjejer di sepanjangnya. Aku sendiri juga tidak merasa nyaman tentang hal ini, tapi Wes – yang tetap siaga – tidak menunjukkan sedikitpun tanda-tanda takut. Aku sadar dia memasuki area ini sepanjang waktu. Dia sudah tahu pengamanannya. Para tahanan mungkin saja berbahaya, namun melewati mereka adalah rutinitas sehari-hari baginya.

Namun tetap saja, mengintip ke dalam sel hampir membuat jantungku berhenti. Ruangannya kecil terlihat sekelam dan sesuram hal lain disini, hanya berisikan perkakas seadanya. Untunglah sebagian besar tahanan sedang tidur. Namun, beberapa menatap kami yang berjalan melewati mereka. Tidak satupun dari mereka yang berbicara, namun keheningan juga hampir lebih menakutkan. Beberapa Moroi tetap terlihat seperti orang biasa yang biasanya kau lihat dan lewati di jalan, dan aku bertanya-tanya apa yang telah mereka mungkin lakukan sehingga berakhir disini. Wajah mereka terlihat sedih , sama sekali tanpa harapan.

Aku menajamkan pengamatan dan sadar bahwa sebagian dari tahanan bukanlah kaum Moroi, mereka dhampir. Itu masuk akal tapi tetap saja membuatku lengah. Jenisku bisa melakukan hal kriminal yang perlu dihadapi juga.

Tapi tidak semua tahanan terlihat jinak, yang lain terlihat seolah mereka memang berasal dari Tarasov. Ada sebuah kedengkian tentang mereka, rasa jahat saat mata mereka terkunci menatap kami dan tidak lepas dari kami. Mereka mengamati dalam-dalam setiap detil diri kami, aku tidak tahu untuk alasan apa. Apakah mereka sedang mencari-cari kesempatan apa pun yang menawarkan untuk bisa kabur dari tempat ini? Mungkinkah mereka bisa melihat langsung penampilan kami? Apakah mereka hanya lapar. Aku tidak tahu, namun aku bersyukur pada para penjaga yang diam dan di tempatkan di sepanjang lorong. Aku juga bersyukur karena tdak melihat Victor dan berasumsi kalau dia tinggal di bagian yang berbeda. Kami tidak bisa mengambil resiko sudah dikenali sekarang.

Kami akhirnya keluar dari koridor tahanan melewati set pntu ganda lain dan akhirnya sampai ke area donor. Tempat ini terlalu terasa seperti sebuah penjara gelap bawah tanah abad pertengahan, memang tampilan harus dijaga demi kebaikan para tahanan.

Dekorasi samping ruang donor ini terlihat sama dengan yang dimiliki St. Vladimir, hanya saja tempat ini lebih kecil. Beberapa bilik kecil menawarkan privasi yang cukup, dan seorang laki-laki Moroi yang terlihat bosan sedang membaca sebuah buku di mejanya, namun terlihat siap untuk jatuh tertidur. Hanya ada satu pendonor di ruangan ini, Seorang laki-laki ceking paruh baya yang duduk di sebuah kursi dengan senyuman pusing di wajahnya, menatap hampa.

Moroi itu tersentak saat kami masuk, matanya melebar. Jelas sekali, kami adalah hal yang paling menarik untuknya di sepanjang malam ini. Dia tidak mengalami disorientasi saat melirik ke arah kami, sepertinya dia memiliki daya tahan yang lemah terhadap kompulsi, dan berarti baik untuk kami ketahui.

“Apa ini?”
“Dua pendatang baru,” kata Wes.
“Tapi kita belum ada jadwal,” kata Moroi itu. “Dan kita tidak pernah mendapatkan yang semuda ini. Mereka selalu memberi kita yang tua dan telah pernah digunakan.”
“Jangan tanya padaku,” kata Wes, bergerak menuju pintu saat dia mengisyaratkan kursi untukku dan Lissa duduk. Jelas sekali kalau dia merasa bahwa tugas mengantar para pendonor tidak layak untuknya.

“Marx ingin mereka disini sampai Sullivan bangun. Tebakanku, pengiriman kali ini adalah suatu kesalahan, tapi mereka komplain agar di perbaiki.”
“Bagus sekali,” geritu Moroi tu. “Baiklah, makanan kita selanjutnya untuk 15 menit nanti, jadi aku bisa menyuruh Bradley yang ada disana istirahat. Dia sudah mabuk, aku ragu kalau dia menyadari jika ada donor lain yang memberikan darah juga.”

Wes mengangguk. “kami akan menghubungimu saat kami sudah meluruskan hal n.”

Penjaga itu pergi, dan si Moroi mengambil sebuah papan penanda dengan mengeluh. Aku merasa semua orang kecapean dengan pekerjaan mereka. Aku tidak paham mengapa. Tempat ini bisa jadi adalah tempat paling tidak menyenangkan untuk bekerja. Kau bisa beri aku dunia yang lebih besar, kapanpun untuk membandingkannya.

“Siapa yang dijadwalkan untuk makan dalam 15 menit lagi?” tanyaku kepada Moroi itu. Kepala Moroi itu tersentak heran. Itu bukanlah jenis pertanyaan yang biasa pendonor tanyakan.

“Apa tadi yang kau katakan?”
Lissa berdiri dan membuatnya fokus pada tatapannya.
“Jawab pertanyannya.” Wajah pria itu pun menjadi lemas. Dia sangat mudah dikompulsi.
“Rudolf Kaiser.”
Kami berdua tidak mengenalnya. Dia bisa jadi berada disini karena pembunuhan masal atau penggelapan seperti yang biasa terjadi.

“Kapan jadwal Victor Dashkov?” tanya Lissa.
“Dua jam lagi.”
“Ubah jadwal itu. Katakan pada penjaganya bahwa ada pengaturan ulang dan dia harus datang sekarang dan buka Rudolf.”
Mata kosong Moroi itu – sekarang sungguh terlihat hampa seperti mata Bradley si pendonor – terlihat memerlukan waktu untuk memproses perintah Lissa.
“Ya.”
“Ini adalah hal yang normal terjadi. Ini tidak akan menarik kecurigaan.”
“Ini tidak akan menarik kecurigaan,” dia mengulang dalam suara datar.
“Lakukan,” perintah Lissa, suaranya mengeras. “Panggil mereka, atur jadwal itu, dan jangan lepaskan pandanganmu dari mataku.”

Moroi itu patuh. Saat berbicara di telepon, dia mengidentifikasi dirinya sebagai Northwood. Saat dia memutuskan sambunagn teleponnya, pengaturan janji telah selesai dibuat. Kami tidak bisa melakukan hal lain selain menunggu. Seluruh tubuhku terasa sesak terluka karena ketegangan. Theo berkata kalau kami memiliki waktu sekitar 1 jam hingga sang sipir bertugas lagi. Tidak ada satupun yang akan bertanya hingga saat itu tiba. Eddie sedang membunuh waktu dengan Theo dan berupaya untuk tidak meningkatkan kecurigaan di belakang kesalahan formulir tu. Tenang, Rose. Kau bisa melakukannya.

Saat kami menunggu, Lissa mengkompulsi Bradley, sang pendonor hingga tertidur lelap. Aku tidak menginginkan saksi mata, sekalipun yang sedang mabuk. Demikian juga yang lain, aku mengubah posisi kamera sedikit, sehingga tidak dapat melihat sebagian besar ruangan ini. Alaminya, kami harus menghadapi para tahanan di sepanjang sistem pengawasan sebelum kami pergi, tapi untuk sekarang, kami tidak perlu satu pun penjaga mengetahui apa yang sedang terjadi.

Aku hanya harus duduk tenang di salah satu bilik saat pintu terbuka. Lissa tetap duduk di kursinya di dekat meja Northwood, sehingga dia bisa menjaga kompulsi terhadap laki-laki itu. Kami menginstruksikan kepadanya kalau aku yang akan menjadi pendonor. Aku telah berada di dalam bilik, tapi melalui penglihatan Lissa, aku melihat grup itu masuk: dua penjaga ... dan Victor Dashkov.

Tekanan yang sama ia rasakan saat melihatnya dalam persidangannya dulu menyentak Lissa. Detak jantungnya meningkat. Tangannya gemetar. Satu-satunya hal yang akhirnya bisa membuatnya tenang setelah kembali dari persidangannya dulu adalah resolusi dari persidangan itu, bahwa Victor akan dikurung selamanya dan tidak akan mampu menyakitinya lagi.

Dan sekarang kami sedang mengubah semua itu. Dengan memaksa, Lissa mendorong ketakutannya jauh ke dalam pikirannya sehingga ia bisa tetap fokus pada Northwood. Penjaga disamping Victor terlihat tidak ramah dan siap beraksi, meskipun mereka tidak benar-benar perlu melakukannya. Penyakit yang telah menjangkitinya selama bertahun-tahun – penyakit yang pernah Lissa sembuhkan sementara dulu – telah mulai menampakkan kepalanya lagi. Kurangnya latihan dan udara segar tampaknya ikut andil dalam hal itu, seperti halnya pemberian darah yang terbatas untuk para tahanan. Para penjaga memborgolnya sebagai tambahan tindakan pencegahan, dan beban berat menyeretnya ke bawah, hampir membuatnya bergetar.

“Disana,” kata Northwood, menunjuk ke arahku. “Yang satu itu.”
Para penjaga membimbing Victor melewati Lissa, dan dia hampir tidak meliriknya dua kali. Lissa sedang mengerjakan dua kompulsi sekaligus: tetap menjaga Northwood di bawah pengaruhnya dan menggunakan kompulsi cepat agar dirinya tidak dikenali oleh Victor saat ia melewatinya. Para penjaga mendudukannya ke sebuah kursi di sampingku dan kemudian melangkah mundur, masih tetap mengawasinya. Satu dari mereka terjebak percakapan dengan Northwood, membicarakan kami yang masih baru dan muda. Jika kami harus melakukan ini lagi, aku akan meminta sihir Lissa untuk membuat kami terlihat lebih tua.

Duduk disampingku, Victor mendekatiku dan membuka mulutnya. Menggigit adalah sifat alamiah kedua vampir, gerakannya selalu sama, sehingga dia tidak perlu berpikir untuk melakukannya. Dia seolah tidak melihatku. Kecuali kemudian, ... dia melihatku.

Dia membeku, matanya melebar. Karakter tertentu menandai garis keluarga bangsawan Moroi, mata hijau giok terang, mengalir dalam darah Dazhkov dan Dragomir. Tatapan lelah dan patuhnya menghilang, digantikan tatapan tajam yang licik yang merupakan karakter aslinya – kecerdasan intelektual yang aku kenal benar – tertancap kembali ke tempatnya berada. Hal ini mengingatkanku terhadap para tahanan yang kami lalui sebelumnya.

Tapi dia kebingungan, seperti halnya yang lain yang sudah kami temui sebelumnya, jimatku mengacaukan pikirannya. Instingnya mengatakan kepadanya kalau aku manusia, namun ilusinya tidak terlalu sempurna. Ditambah kenyataan kalau Victor, sebagai pengguna kompulsi tanpa sihir roh, relatif tahan terhadap pengaruh kompulsi. Dan seperti halnya Eddie, Lissa, dan aku yang juga telah kebal terhadap jimat kami masing-masing karena kami sudah mengetahui identitas kami yang sebenanrya, Victor mengalami hal yang sama. Pikirannya mungkin memaksanya percaya kalau aku adalah manusia, namun matanya mengatakan kalau aku adalah Rose Hathaway, meskipun dengan wig yang kupakai. Dan sekali kenyataan itu menyatu, ilusi manusia itu menghilang darinya.

Sebuah senyuman lambat dan penuh rasa ingin tahu merekah di wajahnya, terang-terangan menunjukkan taringnya.

“Oh. Ini mungkin akan menjadi makanan terbaik yang pernah kumiliki.” Suaranya hampir tidak terdengar, tertutup oleh suara percakapan yang lain.

“Letakkan gigimu dimanapun kau mau padaku dan kupastikan ini akan menjadi makan malam terakhirmu,” aku berguman, dengan suara yang pelan. “Tapi jika kau ingin kesempatan untuk keluar dari sini dan melihat dunia lagi, kau akan mengikuti apa yang akan kukatakan.”

Dia menatapku bingung. Aku mengambil nafas dalam, takut pada apa yang harus kucapkan selanjutnya.
“Serang aku.”

Diterjemahkan langsung dari novel Vampire Academy: Spirit Bound karya Richelle Mead oleh Duestinae89

You May Also Like

0 komentar