Spirit Bound ~ Bahasa Indonesia (Chapter 8) part 2
Aku
dan Eddie duduk di kursi belakang dengan Victor diantara kami, dan aku melirik
ke arahnya. “Darimana ide itu berasal?”
“Tempat itu memberikan jarak diantara kita dengan Witching Hour.” Eddie mendadak terlihat malu-malu. “Dan aku selalu ingin tinggal disana. Maksudku, jika kau bisa datang ke Vegas kenapa tidak tinggal di dalam sebuah piramida?”
“Tempat itu memberikan jarak diantara kita dengan Witching Hour.” Eddie mendadak terlihat malu-malu. “Dan aku selalu ingin tinggal disana. Maksudku, jika kau bisa datang ke Vegas kenapa tidak tinggal di dalam sebuah piramida?”
“Kau
tidak bisa menyalahkan logika itu,” kata Lissa.
“Kalau
begitu ke The Luxor,” kata si sopir.
Kami
berkendara dalam diam, kami semua – sebenarnya kecuali Victor – memandang kagum
pemandangan melalui jendela mobil. Meskipun di siang hari, jalanan Las Vegas
tetap penuh dengan manusia. Yang muda dan glamor berjalan bersisian dengan
pasangan tua dari Amerika tengah, yang mungkin menabung dan menabung untuk
mewujudkan perjalanan ini. Hotel-hotel dan kasino yang kami lalui sangat besar,
mewah, dan mengundang minat. Dan saat
kami sampai di Luxor, bentuknya memang seperti apa yang Eddie katakan. Sebuah hotel yang
berbentuk Piramida.
Aku memandang puncaknya saat kami keluar dari mobil, mencoba dengan keras agar rahangku tidak ternganga seperti aku dulu yang seorang turis dengan mata berbinar-binar. Aku membayar sang sopir dan kami bergerak masuk. Aku tidak tahu berapa lama kami akan tinggal, tapi kami jelas membutuhkan sebuah ruangan sebagai basis operasi kami. Melangkah masuk ke dalam hotel seolah membawaku kembali ke klub-klub di Saint Petersburg dan Novosibirsk. Lampu-lampu berkedip dan aroma rokok yang berhamburan. Dan suara berisik. Berisik, berisik, berisik. Mesin koin yang berbunyi dan berdering, kepingan-kepingan koin yang berjatuhan, orang-orang yang berteriak dengan cemas ataupun senang, dan suara dengungan rendah dari pecakapan-percakapan yang memenuhi ruangan seperti suara senandung para lebah. Aku meringis. Rasangan-rangsangan ini memarut inderaku.
Aku memandang puncaknya saat kami keluar dari mobil, mencoba dengan keras agar rahangku tidak ternganga seperti aku dulu yang seorang turis dengan mata berbinar-binar. Aku membayar sang sopir dan kami bergerak masuk. Aku tidak tahu berapa lama kami akan tinggal, tapi kami jelas membutuhkan sebuah ruangan sebagai basis operasi kami. Melangkah masuk ke dalam hotel seolah membawaku kembali ke klub-klub di Saint Petersburg dan Novosibirsk. Lampu-lampu berkedip dan aroma rokok yang berhamburan. Dan suara berisik. Berisik, berisik, berisik. Mesin koin yang berbunyi dan berdering, kepingan-kepingan koin yang berjatuhan, orang-orang yang berteriak dengan cemas ataupun senang, dan suara dengungan rendah dari pecakapan-percakapan yang memenuhi ruangan seperti suara senandung para lebah. Aku meringis. Rasangan-rangsangan ini memarut inderaku.
Kami
melewati sisi kasino untuk mencapai meja resepsionis, dimana si petugas tidak
mengerjapkan matanya satu kali pun saat
ia menatap tiga orang remaja ini dengan seorang pria tua memesan satu buah kamar
bersama. Aku harus memahami kalau disini mereka melihat dan memahami semua hal.
Kamar kami berukuran sedang, dengan dua tempat tidur ganda, dan entah mengapa, kami begitu beruntung mendapatkan pemandangan yang menakjubkan. Lissa berdiri di depan jendela, terpikat dengan pemandangan manusia-manusia dan mobil-mobil di atas jalanan Strip di bawah, namun aku langsung masuk kepada pembicaraan bisnis kami.
Kamar kami berukuran sedang, dengan dua tempat tidur ganda, dan entah mengapa, kami begitu beruntung mendapatkan pemandangan yang menakjubkan. Lissa berdiri di depan jendela, terpikat dengan pemandangan manusia-manusia dan mobil-mobil di atas jalanan Strip di bawah, namun aku langsung masuk kepada pembicaraan bisnis kami.
“Baiklah,
telepon dia,” aku memerintahkan Victor. Dia sudah duduk santai di salah satu tempat
tidur, tangan menyilang dengan ekspresi tenang, seolah dia sedang dalam masa
liburan. Meskipun ia tersenyum puas, aku bisa melihat kelelahan yang terukir di
wajahnya.
Bahkan
meski dengan isi ulang darah untuknya, pelarian dan perjalanan panjang ini
benar-benar melelahkan, dan efek dari penyakitnya terlihat mulai kembali muncul
secara alami memakan kekuatan fisiknya dengan cepat.
Victor
segera meraih telepon hotel, namun aku menggelengkan kepala. “Liss, biarkan dia
menggunakan ponselmu. Aku ingin menyimpan nomornya.”
Lissa
dengan hati-hati memberikan ponselnya, seolah Victor bisa mengkontaminasi ponsel
itu. Victor mengambilnya dan menatapku dengan tatapan seperti-malaikatnya.
“Tidak kah seharusnya aku mendapatkan privasi? Sudah lama sekali sejak terakhir aku dan Robert berbicara.”
“Tidak,”
aku membentak. Kekasaran di dalam suaraku bahkan mengagetkan diriku sendiri,
dan Lissa bukanlah satu-satunya yang menderita akibat efek penggunaan roh
hari ini, aku juga mengalaminya. Victor mengangkat bahunya sedikit kemudian
mulai memencet tombol telepon. Dia mengatakan pada kami saat di penerbangan
sebelumnya kalau dia mengingat nomor telepon Robert, dan aku harus mempercayai
siapa yang dia telepon. Aku juga berharap kalau nomor Robert masih belum berubah.
Tentu saja, meskipun Victor tidak bertemu dengan saudaranya ini selama
bertahun-tahun, Victor hanya ditahan tidak terlalu lama dan mungkin saja masih berhubungan
dengan Robert sebelumnya.
Ketegangan
memenuhi ruangan saat kami menunggu kapan telepon itu berbunyi. Sesaat
kemudian, aku mendengar sebuah suara melalui speaker telepon – meskipun aku
tidak begitu menangkap kata-katanya dengan jelas.
“Robert,”
kata Victor senang, “ini Victor.”Suara Victor mendapatkan respon panik diujung
sana. Aku hanya bisa mendengar sebagian dari pembicaraan, namun sebenarnya
sangat menarik. Victor menghabiskan sebagian besar waktunya untuk meyakinkan
Robert kalau dia sudah keluar dari penjara. Sepertinya Robert tidak benar-benar
menghilang dari kehidupan Moroi sehingga dia masih tersentuh oleh kabar
terbaru. Victor menyakinkannya bahwa dia akan menjelaskan detilnya nanti dan
mulai mengolah suaranya agar Robert mau menemui kami. Perlu waktu yang lama.
Aku merasakan kalau Robert hidup dalam ketakutan dan paranoid, yang mengingatkanku
pada Nona Karp saat dia berada dalam tahap kegilaan roh. Pandangan Lissa tetap
terpaku pada pemandangan di balik jendela di sepanjang telepon, namun
perasaannya persis sama seperti diriku: takut kalau suatu hari, ini akan menjadi
takdirnya. Atau takdirku juga, jika aku menyedot efek dari roh itu.
Gambaran
papan tanda di Tarasov berkelebat singkat dalam pikirannya:
PERINGATAN – SEKARANG MEMASUKI AREA
TAHANAN (SAKIT JIWA)
Nada
suara Victor berubah menjadi membujuk secara mengejutkan saat ia berbicara dengan
saudaranya, bahkan dengan penuh kelembutan. Aku seolah dingatkan dengan
masa-masa lampau, sebelum kami mengetahui rencana gila Victor untuk mendominasi
kaum Moroi. Dulu, ia pun memperlakukan kami dengan sangat baik juga dan hampir seperti bagian dai keluarga Lissa. Aku
bertanya-tanya apakah pernah ia pada saat itu benar-benar tulus melakukannya
atau semua itu memang hanya akting belaka.
Akhirnya,
setelah hampir 20 menit, Victor berhasil meyakinkan Robert untuk menemui kami. Kata-kata
yang dipahami diakhir pembicaraan telepon itu dipenuhi nada kegelisahan, dan
pada saat itu, aku merasa yakin kalau Victor sungguh-sungguh berbicara dengan
kakaknya dan bukan berbicara dengan salah satu kaki tangannya. Victor
mempersiapkan sebuah pertemuan di salah satu restoran di hotel dan akhirnya sambungan
terputus.
“Makan
malam?” tanyaku saat Victor meletakkan ganggang telepon. “Bukannya dia khawatir
menampakkan dirinya?”
“Ini
makan malam lebih awal,” jawab Victor. “Jam 4.30. Dan matahari tidak turun
sampai sekitar pukul 8.”
“4.30?”
tanyaku. “Tuhanku. Apa kita akan menjadi warga senior yag spesial?”
Tapi
dia benar tentang waktu dan matahari. Tanpa adanya keamanan dari cahaya
matahari musim panas yang tidak berakhir di Alaska, aku mulai merasa tercekik
dengan batas antara matahari terbit dan tenggelam, meskipun disini juga musim
panas. Sayangnya, makan malam lebih awal yang aman ini berarti kami harus
melalui beberapa jam lagi. Victor bersandar di tempat tidur dengan lengan di belakang
kepalanya. Kurasa dia berusaha untuk tidak memperdulikan suasana disini, tapi
tebakanku adalah kalau dia sebenarnya kelelahan sehingga membuatnya mencari
kenyamanan di tempat tidur.
“Mau
mencoba keberuntunganmu di bawah?” Dia melirik ke arah Lissa. “Pengguna roh
bisa membuat pemain kartu menjadi sangat baik. Aku tidak perlu mengatakan
seberapa ahlinya dirimu dalam membaca seseorang.” Lissa tidak merespon.
“Tidak
ada satupun yang boleh meninggalkan ruangan,” kataku. Aku tidak suka pemikiran
kalau kami terkurung disini, tapi aku tidak bisa mengambil resiko usaha
pelarian diri atau Strigoi yang bersembunyi di sudut-sudut kasino yang gelap.
Setelah
mencuci untuk menghilangkan pewarna rambutnya Lissa mengambil sebuah kursi dan
duduk di dekat jendela. Dia menolak untuk berdekatan dengan Victor. Aku duduk
dengan menyilangkan kaki di atas ranjang kedua, dimana Eddie punya banyak ruang
untuk duduk, namun ia memilih untuk tetap tegak dengan bersandar di dinding,
dalam postur seorang penjaga yang sempurna saat ia memantau Victor. Aku tidak
ragu kalau Eddie bisa berada dalam posisi itu selama berjam-jam, bagaimanapun
tidak nyamannya posisi tersebut. Kami semua sudah dilatih untuk tahan dengan
segala kondisi yang keras sekalipun. Dia sangat sempurna saat terlihat galak,
namun sesekali, aku menangkap padangannya yang mempelajari Victor dengan
penasaran. Eddie mendukungku untuk melakukan segala pengkhianatan ini tapi masih belum tahu mengapa aku mekaukan hal
ini.
Kami
berada dalam keadaan seperti ini selama beberapa jam saat seseorang mengetuk pintu kamar. Aku
melompat. Aku dan Eddie bertatapan, kami berdua langsungr menajamkan perhatian
kami, dengan tangan yang siap dengan pasak kami masing-masing. Kami memesan
makan siang sejam yang lalu, namun layanan kamar belum juga datang sejak itu.
Dan ini juga terlalu cepat untuk kedatangan Robert, dan lagipula, dia tidak
tahu kami berada di kamar yang mana. Meskipun begitu, aku tidak merasakan rasa
mual. Jadi, tidak ada Strigoi di depan pintu kami. Tatapanku bertemu mata
Eddie, pesan dalam diam tentang apa yang harus kami lakukan mengalir diantara
kami berdua.
Tapi
Lissa yang pertama kali melakukan tindakan, berdiri dari kursinya dan melangkah
melewati ruangan. “Itu Adrian.”
“Apa?”
aku berseru. “Apa kau yakin?”
Dia
mengangguk. Pengguna roh biasanya hanya melihat aura, namun mereka bisa
merasakan satu sama lain jika mereka berdekatan – sama seperti saat ia berada
di penjara. Tidak ada satupun dari kami yang bergerak. Dia menatapku kering.
“Dia
tahu aku ada disini,” dia menunjuk. “Dia bisa merasakan kehadiranku juga.”
Aku
mendesah, sambil masih memegang pasak, aku melangkah ke arah pintu. Aku menatap
dari lubang pintu. Berdiri disana, dengan ekspresi yang menarik dan gelisah,
Adrian. Aku tidak melihat orang lain dan tidak ada tanda-tanda kehadiran
Strigoi, aku akhirnya membuka pintu. Wajahnya menyala dengan kebahagiaan saat
ia melihatku. Ia mencondong dirinya ke arahku dan menciumku di pipi sebelum
masuk ke kamar.
“Kalian
tidak benar-benar berpikir bisa kabur dan berpesta akhir minggu tanpa aku, kan?
Khususnya disini dari semua tempat –“ Adrian membeku, dan itu adalah salah satu
kejadian yang jarang terjadi di diri Adrian
Ivashkov dimana ia tertangkap basah benar-benar lengah.
“Apa
kalian menyadari,” katanya perlahan,”kalau Victor Dashkov sedang duduk di atas
tempat tidurmu?”
“Ya,”
kataku. “Mengagetkan untuk kami juga.”
Adrian
menyeret tatapannya dari Victor dan melirik ke seluruh ruangan, menyadari
kehadiran Eddie untuk pertama kalinya. Eddie masih berdiri tegap disana seolah
terlihat menjadi bagian dari perabot kamar. Adrian berpaling padaku.
“Apa
yang sebenarnya sedang terjadi? Semua orang di luar sana sedang mencarinya!”
Kata-kata
Lissa berbicara padaku mengalir melalui ikatan kami. Kau mungkin harus mengatakan kepadanya. Kau tahu, dia tidak akan pergi
sekarang.
Diterjemahkan langsung dari novel Vampire Academy Spirit Bound karya Richelle Mead oleh Noor Saadah. This is truly fanmade and no profit work.
3 komentar
lanjut dong, lama banget jarak ngepostnya:(
ReplyDeletelanjuttt donk lanjuuttt!? Ciee ciee Adrian nyusulin yakk?? Haha :D ayoo donk lanjuut jgn lma2, penasaran niiihhh....
ReplyDeleteberharap banget dibikinin ebook terjemahannya lengkap dalam satu buku seri ke 5 nih heheheh. habis bukunya udah g terbit sich :-(
ReplyDeleteplease