Spirit Bound ~ Bahasa Indonesia (Chapter 7) part 2

by - 11:42 AM

"Apa? Berapa banyak?”
“Paling tidak dua. Aku tidak tahu apakah mereka bisa merasakan kehadiranku juga atau tidak.”
Jika bukan karena kami mengikuti Giovanni yang terburu-buru dan keadaan genting yang menekan kami,  aku akan mendatangi mereka.

“Pengguna roh ...”
Lissa telah mencari begitu keras dan lama untuk menemukan orang lain yang memiliki kemampuan seperti dirinya. Siapa yang pernah berpikir kalau kami akan menemukan mereka disini? Sebenarnya ... mungkin kami memang sudah seharusnya menduga hal ini. Kami sudah tahu bahwa pengguna roh selalu menari dengan ketidakwarasan. Mengapa tidak kalau mereka akhirnya berakhir di tempat seperti ini. Dan mempertimbangkan masalah yang telah kami lalui untuk mempelajari dan menerobos masuk penjara ini, tidak aneh jika para pengguna roh ini tetap tersembunyi. Aku bahkan ragu orang-orang yang bekerja disini tahu, apa sebenarnya mereka. Aku dan Lissa bertukar pandang singkat. Aku tahu betapa inginnya ia menyelidiki hal ini, tapi sekarang bukanlah waktunya. Victor sudah terlihat sangat tertarik dengan apa yang sudah kukatakan, jadi kata-kata Lissa selanjutnya ada di dalam kepalaku: Aku cukup yakin kalau pengguna roh yang lain tidak akan terpengaruh jimatku. Kita tidak bisa mengambil resiko membuat jati diri kita yang sesungguhnya terungkap – meski jika mereka datang dari orang-orang yang diduga gila.

Aku mengangguk paham, mengesampingkan rasa penasaran dan bahkan kekecewaan. Kami harus memeriksa ini lain kali – katakanlah, seperti lain kali dimana kami sudah memutuskan untuk membobol penjara yang memiliki tingkat keamaan maksimum nantinya.

Kami akhirnya sampai di kantor Theo tanpa insiden apapun yang terjadi, meskipun jantungku berpacu dengan cepatnya selama perjalanan kami sementara otakku terus berkata, Cepat! Cepat! Cepat!

Theo dan Eddie sedang mengobrol tentang politik istana saat grup kami masuk. Eddie tiba-tiba melompat dan mendatangi Theo, menyadari kalau ini adalah waktunya untuk pergi. Dia mencekik Theo seefektif Giovanni lakukan sebelumnya dan aku senang ada orang lain yang melakukan pekerjaan kotor selain aku. Sayangnya Theo berhasil mengeluarkan sebuah lengkingan yang cukup bagus sebelum pingsan dan jatuh ke tanah. Segera, dua penjaga yang pernah mengantar kami sebelumnya masuk ke kantor.  Aku dan Eddie melompat ke dalam perkelahian, Lissa dan Victor membuat Giovanni juga melakukannya. 

Membuat segalanya semakin sulit, hanya beberapa saat setelah kami berhasil melumpuhkan satu dari penjaga, Giovanni sadar dari kompulsi dan mulai berkelahi melawan kami. Semakin buruk, dia berlari ke arah dinding dimana kusadari – dan sudah begitu terlambat – ada sebuah tombol alarm perak lain disana. Dia membenturkan tinjunya ke tombol itu dan sebuah suara sirine menusuk memenuhi udara.

“Sial!” aku berteriak.
Keahlian Lissa bukanlah di pertempuran fisik, dan Victor pun tidak lebih baik. Ini semua bergantung padaku dan Eddie untuk menyelasaikan dua penjaga terakhir – dan kami harus melakukannya dengan cepat. Penjaga kedua yang pernah mengantar kami itu jatuh tergeletak hingga menyisakan kami dan Giovanni. Dia memberiku pukulan yang bagus – yang membuat kepalaku membentur dinding. Namun tidak cukup bagus untuk membuatku pingsan, tapi bumi terasa berputar dan titik hitam putih menari di depan mataku. Ini membuatku membeku beberapa saat, namun kemudian Eddie sudah berada di atas Giovanni, dan Giovanni segera tidak lagi menjadi ancaman.

Eddie meraih tanganku untuk menyeimbangkanku, dan kemudian kami berempat segera lari ke luar ruangan itu.  Aku melirik ke belakang, ke arah tubuh-tubuh tidak sadar itu, kembali membenci diriku sendiri atas apa yang sudah kulakukan. Meskipun begitu, tidak ada waktu untuk merasa bersalah. Kami harus keluar. Sekarang, setiap penjaga di penjara ini mungkin akan segera berada disini kurang dari semenit.

Kelompok kami berlari ke arah pintu depan, dan menemukan pintu-pintu itu terkunci dari dalam. Eddie mengumpat dan meminta kami untuk menunggu. Dia berlari kembali ke arah kantor Theo dan kembali dengan salah satu kartu keamanan yang sering digunakan Giovanni untuk digesekkan di pintu. Jelas sekali, yang satu ini berhasil membuat kami keluar dan kami berlari menggila ke arah mobil sewaan. Kami masuk bertumpuk-tumpuk dan aku bersyukur Victor mengikuti kami dengan baik dan tidak membuat komentar-komentar yang menyebalkan.

Eddie menginjak pedal gas dan kembali menuju jalan saat kami masuk tadi. Aku duduk di sampingnya di kursi depan. “Aku jamin, para penjaga gerbang sudah tahu mengenai alarm,” aku memperingatkan. Harapan awal kami adalah pergi dengan  biasa dan mengatakan pada para penjaga bahwa memang ada kertas kerja yang tercampur.

“Yup,” Eddie setuju dengan wajah mengeras. Jelas sekali, para penjaga keluar dari pos penjagaan, melambaikan tangan.
“Apa itu senjata?” aku berseru.
“Aku tidak akan berhenti untuk mencari tahu.” Eddie menginjak pedal gas dengan keras, dan saat para penjaga menyadari kalau kami akan menerobos tanpa menghiraukan mereka, dia melompat menjauh dari jalan. Kami menabrak papan kayu pembatas yang memblokir jalan, mebiarkannya menjadi serpihan yang bertebangan kemana-mana.

“Bud akan mengambil uang deposit mobil ini,” kataku.
Di belakang kami, aku mendengar suara tembakan. Eddie kembali mengumpat, namun semakin kami menjauh, tembakan itu menjadi semakin redup, dan segera kami sudah keluar dari area tembakan itu.

Dia menghembuskan nafas lega. “Jika tembakan-tembakan itu mengenai ban atau jendela kita, kita punya hal yang lebih banyak untuk dikhawatrikan daripada sekedar deposit.”
“Mereka akan mengirim orang untuk mengejar kita,” kata Victor dari kursi belakang. Sekali lagi, Lissa menjauh sejauh yang ia bisa dari Victor. “Truk-truk mungkin sedang bergerak sekarang.”
“Kau pikir kami tidak memikirkannya?” aku membentak. Aku tahu dia mencoba untuk menolong, tapi dia adalah orang terakhir yang ingin aku dengar suaranya saat ini.

Bahkan saat aku berbicara, aku mengintip ke belakang dan melihat dua bentuk kendaraan hitam melaju cepat mengejar kami. Mereka dengan cepat mencapai kami, tidak perlu ditanya mengapa mobil SUV bisa dengan segera mengejar mobil berpenumpang sedikit ini.

Aku melihat GPS kami. “Kita harus segera berbelok,” aku memperingatkan Eddie, bukan karena ia memerlukan saranku.
Kami sudah memetakan rute-rute melarikan diri sebelumnya, yang memiliki banyak sekali jalur-jalur yang berkelok-kelok di jalanan yang terpencil ini. Beruntung, ada banyak jalan jenis itu disini. Eddie berbelok tajam ke kiri dan kemudian hampir berbelok ke kanan.  Kendaraan yang mengejar kami masih tetap ada terlihat di kaca spion. Kendaraan itu menghilang setelah beberapa belokan berikutnya sehingga jalan dibelakang kami menjadi sepi.

Sunyi mengisi mobil ini saat kami menunggu apakah para penjaga itu masih mengejar. Ternyata tidak. Kami membuat beberapa belokan yang membingungkan, tapi perlu hampir sepuluh menit untukku  sadar bahwa kami mungkin sebenarnya sudah lolos dari kejaran itu.

“Kurasa kita kehilangan mereka,” kata Eddie, suaranya yang mengambang selaras dengan perasaanku. Wajahnya masih digarisi kekhawatiran, tangannya mencengkram kemudi dengan keras.

“Kita tidak akan lolos sampai kita sampai dengan selamat di Fairbanks,” kataku. “Aku yakin mereka akan mencari disana dan kota itu tidak besar.”
“Kemana kita akan pergi?” tanya Victor. “Jika aku dizinkan untuk bertanya.”

Aku meggeliat berputar dikursiku sehingga aku bisa melihat matanya.
“Itu adalah hal yang akan kau katakan pada kami.  Sesusah pelarian ini untuk dipercaya, kami tidak melakukan semua ini hanya karena kami merindukanmu “
“Itu susah untuk dipercaya.”
Aku menajamkan mataku. “Kami ingin menemukan saudaramu. Robert Doru.”

Aku merasakan kepuasaan sejenak saat mendapati Victor tidak berdaya. Kemudian tatapan liciknya kembali hadir. “Tentu saja. Ini adalah perkembangan dari permintaan Abe Mazur, iya kan? Aku harusnya sudah tahu kalau dia tidak menerima kata tidak untuk sebuah jawaban. Tentu saja, aku tidak pernah menduga kalau kau bersekutu dengannya.”

Victor sepertinya tidak tahu kalau aku sebenarnya memang satu sekutu (darah) dengan Abe, dan aku tidak berkeinganan untuk menjelaskan padanya. “Tidak relevan,” jawabku dingin.

“Sekarang, kau akan membawa kami kepada Robert. Dimana dia?”
“Kau lupa, Rose,” Victor merenung. “Bukan kau yang bekerja dengan kompulsi disini.”
“Tidak, tapi aku yang bisa mengikatmu dan meninggalkanmu dipinggir jalan dan menelpon sebagai anonim ke penjara untuk melaporkanmu.”
“Bagaimana aku tahu jika kau tidak mendapatkan apa yang kau inginkan dariku kau tetap akan mengembalikanku kesana? Tanyanya. “Aku tak punya alasan untuk mempercayaimu.”

“Kau benar. Aku yakin seperti neraka yang tidak akan mempercayaiku. Tapi jika hal berjalan dengan baik, ada kesempatan kalau kami akan membebaskanmu setelah semua ini selesai.” Tidak, sesungguhnya tidak. “Apakah ini adalah hal yang ingin kau mainkan? Kau tidak akan pernah mendapatkan kesempatan yang lain seperti ini, dan kau tahu itu.”

Victor tidak memiliki sindiran cerdas lagi untuk itu. Tambahan nilai satu untukku.
“Jadi,” lanjutku,”apa kau akan membawa kami ke tempatnya atau tidak?”
Meskipun aku tidak bisa membaca gejolak dimatanya. Tidak diragukan lagi kalau dia membuat rencana licik tentang bagaimana dia bisa melakukan ini semi keuntungannya sendiri, mungkin saja memikirkan bagaimana melarikan diri dari kami bahkan sebelum kami berhasil bertemu dengan Robert. Karena itulah yang mungkin akan aku pikirkan.
“Las Vegas,” kata Victor akhirnya. “Kita harus pergi ke Las Vegas.”

Diterjemahkan langsung dari novel Vampire Academy Spirit Bound karya Richelle Mead oleh Noor Saadah. This is truly fanmade and no profit work. 

You May Also Like

10 komentar

  1. chapter selanjutnya kapan keluar min?:)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dear anonim,

      Mungkin sekitar minggu depan. Hehehe. Nanti aku update via Instagram, Facebook, dan Twitter.

      Thanks ;)

      Delete
  2. min lanjutin shadow kiss dong

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dear anonim,
      Waah maaf sekali, karena buku Shadow Kiss udah pernah terbit, aku udah merasa nggak tertantang buat nerjemahinnya. Jadi aku lebih fokus ke Spirit Bounda aja yang kemungkinan buku versi bahasa Indonesianya bakal nggak dicetak karena penerbitnya udah pailit. :)

      Thanks,

      Delete
  3. sis makasi banget udh pos ini!! Sedih ya indo gak nerbitin buku ke 5 sama 6. Aku lg mulai baca buku ke 4 nih.
    Semangat ya sis lanjutin nya semoga bisa dilanjutin sampe yg ke 6 juga! Thank you sis❤❤❤

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dear Valenciana Setiawan,

      Yep, aku juga sedih banget. Rasanya jadi pengen ngelamar jadi penerjemahnya, tapi bingung mau ngelamar ke penerbit yang mana. Haha. karena soalnya ada masalah Lisensi dari penerbit pertama. Jadi semoga saja ada penerbit yang mau melanjutkan VA.
      Trimakasih buat semangatnya. Amin

      Delete
  4. mana nih min lanjutannya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dear Anonim,

      Terima kasih sudah mengikuti terjemahan VA di blog ini. Chapter 8 sudah ada yaa. ;)

      Delete
  5. chapter selanjutnya kpn min? Aku udh nunggu sebulan loh;(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dear Anonim,

      Terima kasih sudah mengikuti terjemahan VA di blog ini. Chapter 8 sudah ada yaa. ;)

      Delete