Spirit Bound ~ Bahasa Indonesia (Chapter 8) part 3

by - 2:48 PM


Lissa benar. Aku tidak tahu bagaimana caranya Adrian menemukan kami, tapi karena dia sudah melakukannya, jadi tidak mungkin dia mau pergi. Aku melirik ragu-ragu ke arah Eddie, yang telah menebak jalan pikiranku.

“Kami akan baik-baik saja,” kata Eddie. “Pergi dan bicarakanlah. Aku tidak akan membiarkan apa pun terjadi.”
Dan aku masih cukup kuat untuk mengkompulsi Victor jika dia mencoba sesuatu,  Lissa menambahkan melalui ikatan kami.

Aku menarik nafas. “Baiklah. Kami akan segera kembali.”
Aku meraih lengan Adrian dan membimbingnya keluar. Segera setelah kami sampai di lorong, dia mulai bertanya lagi. “Rose, apa yang –“
Aku menggelengkan kepalaku. Di perjalanan kami kesini, aku mendengar cukup banyak suara ribut dari tamu hotel yang lain di ruangan namun teman-temanku mesih bisa mendengar jika kami berbicara diluar sini. Jadi, aku dan Adrian menaiki lift menuju ke bawah, dimana keramaian casino akan menyamarkan kata-kata yang akan kami ucapkan. Kami menemukan sudut yang cukup sepi dan Adrian hampir mendorongku  menempel ke dinding, ekspresi wajahnya gelap. Sikapnya yang  tidak serius terkadang membuatku kesal, namun aku lebih memilih sikap itu daripada saat ia marah seperti sekarang, sebenarnya karena aku takut pengaruh roh akan menambahkan sisi tidak stabil pada dirinya.

“Kau meninggalkan sebuah catatan yang mengatakan kalau kau kabur untuk pesta terakhir di akhir minggu, tapi malahan aku menemukanmu bersembunyi dengan salah satu kriminal yang paling kejam yang pernah ada? Saat aku meninggalkan istana, hanya dia yang sedang dibicarakan semua orang! Bukannya lelaki itu yang pernah mencoba untuk membunuh kalian?”

Aku menjawab pertanyannya dengan sebuah pertanyaan. “Bagaimana caranya kamu bisa menemukan kami?”

“Kartu kredit itu,” katanya. “Aku menunggumu menggunakannya.” Mataku melebar.
“Kau sudah berjanji padaku saat aku mendapatkan semua itu kalau kau tidak akan memata-mataiku!” Karena akun dan kartu itu ada karena bantuannya, aku sudah tahu kalau dia memiliki akses terhadap catatan transaksinya, tapi aku mempercayainya saat dia pernah berjanji kalau dia akan menghormati privasiku.

“Saat kau di Rusia, aku menjaga janji itu. Tapi ini berbeda. Aku terus menerus mengecek transaksimu, dan segera setelah aktivitas mengenai penyewaan pesawat muncul, aku menelepon dan menemukan kemana kau pergi.” Kedatangan Adrian segera setelah kami tiba menjadi bukti bahwa bukanlah hal yang tidak mungkin kalau dia selama ini terus mengawasi kartu itu. Sekali dia telah mendapatkan informasi yang dia perlukan, dia dengan mudah menyewa sebuah penerbangan. Pesawat komersial carteran tanpa henti akan sangat mudah mengejar perjalanan lambat dan penuh transit kami.

“Tidak mungkin aku bisa menolak Vegas,” lanjutnya. “Jadi kupikir aku akan memberimu kejutan dan muncul untuk ikut bersenang-senang.” Aku baru menyadari kalau aku menggunakan kartuku juga untuk menyewa kamar, memberikan tanda dimana tepatnya lokasi kami. Tidak ada orang lain yang terhubung dengan kartuku atau kartu Lissa, namun bagaimana cara Adrian menemukan kami melalui kartu itu membuatku gugup.

“Kau tidak seharusnya mekakukan hal itu,” aku mengerang. “Kita memang berpacaran, namun ada batasan yang harus kau hargai. Ini bukan urusanmu.”

“Ini tidak sama dengan seperti membaca buku harianmu! Aku hanya ingin menemukan pacarku dan –“ Itu  adalah tanda bahwa tekanan dalam pikirannya mulai mengajaknya kembali dan menyatukan pertanyan-pertannyaan yang pecah dari awal di kepalanya. “Oh Tuhan. Rose, tolong katakan padaku kalau bukan kalian yang membantunya kabur? Mereka semua mencari dua gadis manusia dan seorang dhampir pria. Gambaran pelakunya memang tidak mirip sama sekali...” Dia mengerang. “Tapi itu kalian, iya kan? Entah bagaimana, kalian telah menerobos masuk ke dalam penjara  keamanan tingkat tinggi. Bersama Eddie.”
“Sebenarnya tidak serumit itu,” ucapku ringan.
“Rose! Laki-laki ini sudah bermain-main dengan hidup kalian. Mengapa kalian membebaskannya?”
“Karena ...” aku ragu-ragu. Bagaimana bisa aku menjelaskannya kepada Adrian? Bagaimana aku bisa menjelaskan dengan semua bukti di dunia kami kalau hal ini tidak mungkin? Dan bagaimana bisa aku menjelaskan tujuan khusus yang membuat hal ini terjadi? “Victor memiliki informasi yang kami perlukan. Atau, sebenarnya, dia memiliki akses untuk bertemu dengan orang yuang kami perlukan. Ini adalah satu-satunya cara kami mendapatkannya.”

“Hal apa yang mungkin dia ketahui sehingga membuatmu melakukan semua ini?”
Aku menelan ludah. Aku telah berjalan ke dalam penjara dan sarang Strigoi, namun mengatakan apa yang harus aku katakan kepada Adrian sekarang seolah rasanya memenuhiku dengan ketakutan dengan apa yang akan terjadi berikutnya. “Karena mungkin  ada cara untuk menyelamatkan Strigoi. Mengubah mereka kembali menjadi merekayang  seharusnya. Dan Victor ... Victor mengenal seseorang yang bisa  melakukannya.”

Adrian menatapku beberapa lama, dan bahkan di tengah-tengan keributan dan gerakan orang-orang di kasino, dunia terasa tumbuh diam dan senyap.

“Rose, itu tidak mungkin.”
“Mungkin bisa.”
“Jika ada cara seperti itu, pastinya kita sudah tahu.”
“Ini berhubungan dengan pengguna roh. Dan kita baru saja menemukan pengguna roh ini.”
“Itu bukan berarti – oh. Aku mengerti.” Mata hijau gelapnya mengerjap dan kali ini dengan sangat marah. “Ini tentang dia kan, iya kan? Ini adalah usaha gilamu untuk mendapatkannya kembali. Mendapatkan Dimitri.”
“Bukan hanya dia,” jawabku samar. “Ini bisa menyelamatkan semua Strigoi.”
“Kupikir semua itu sudah selesai!” Adrian berteriak.  Suaranya cukup keras sehingga membuat beberapa orang di mesin permainan di dekat kami menoleh. “Kau bilang padaku kalau semuanya sudah berakhir. Kau bilang padaku kalau kau sudah bisa melupakannya dan kau akan bersamaku.”
“Aku sungguh-sunggu mengucapkannya,” kataku, kaget dengan nada suara putus asa dalam suaraku sendiri. “Ini adalah sesuatu yang baru kita ketahui. Kita harus mencobanya.”

“Dan setelah itu apa? Bagaimana jika cerita imajinasi bodoh ini benar-benar bekerja? Kau membebaskan Dimitri dengan aksi yang mengagumkan, dan kau akan membuangku begitu saja.” Dia menggertakkan jari-jarinya.

“Aku tidak tahu,” jawabku kering. “Kami hanya melangkah satu demi satu. Aku bahagia bersamamu. Sungguh. Namun aku tidak bisa mengabaikan hal ini.”

“Tentu tidak.” Dia mengubah pandangan matanya ke langit-langit. “Mimpi, mimpi. Aku berjalan bersama mimpi, aku hidup bersama mimpi. Aku menipu diriku sendiri dengan mimpi-mimpi itu. Sungguh sebuah pengandaian bagaimana aku bisa melihat kenyataan lagi.” Nada aneh dari suaranya membuatku gugup. Aku bisa mengenali kegilaan yang berhembus menghilangkan kesadaran dirinya yang merasukinya sedikit demi sedikit. Kemudian dia berbalik ke arahku dengan mendesah. “Aku perlu minuman.”

Rasa bersalahku yang tadinya kurasakan untuknya berubah menjadi amarah. “Oh, bagus. Itu akan memperbaiki semuanya. Aku senang disaat dunia menggila, kau masih memiliki teman setiamu itu.”

Aku tersentak saat ia membelalakkan matanya ke arahku. Dia tidak sering melakukannya, dan saat dia melakukannya, tatapan itu menjadi hal yang sangat kuat. “Apa yang kau harapkan dariku?” tanyanya.
“Kau bisa...kau bisa..” Oh Tuhan. “Sebenarnya, sekarang kau ada disini, kau bisa membantu kami. Ditambah lagi, lelaki yang akan kami temui ini adalah pengguna roh.” Adrian tidak mengkhianati pikirannya, namun aku merasakan kalau aku telah menjengkelkan ketertarikkannya.

“Ya, itu adalah hal yang benar-benar aku perlukan. Untu menolong pacarku mendapatkan pacar lamanya kembali.” Dia berbalik menjauh dan aku mendengar ia berkomat-kamit, “Aku perlu dua minuman.”
“Empat-tiga puluh,” aku mengejarnya. “Kita akan bertemu dengannya jam empat-tiga puluh.”
Tidak ada tanggapan, dan Adrian sudah berbaur di dalam kerumunan. Aku kembali  ke dalam kamar dengan perasaan gelap yang sangat jelas terlihat  oleh semua orang. Lissa dan Eddie cukup cerdas untuk tidak bertanya, namun Victor tentu saja, tidak memilikinya.

“Apa? Tuan Ivashov tidak bergabung bersama kita? Padahal aku sangat menantikan untuk bisa bekerja sama dengannya.”
“Diam!” kataku sambil melipat tangan dan bersandar di dinding dekat Eddie. “Tidak perlu berbicara kecuali disaat kau perlu berbicara.”

Beberapa jam berlalu dengan terseret-seret.  Aku meyakinkan diriku disetiap menitnya kalau Adrian akan kembali dan dengan malas setuju menolong kami. Kami bisa menggunakan kompulsinya jika segala sesuatu menjadi buruk, meskipun dia tidak bisa menyaingi Lissa. Tentu saja. ... tentu saja dia cukup mencintaiku untuk datang dan menolongku? Dia tidak akan mengabaikanku, kan?

Kau itu idiot, Rose. Itu tadi adalah suaraku sendiri yang menghukum diriku sendiri di kepalaku, bukan suara Lissa. Kau tidak memberikannya alasan yang tepat untuk menolongmu. Kau hanya menyakitinya lagi dan lagi. Sama seperti yang kalu lakukan terhadap Mason.

Saat hampir jam empat-lima belas, Eddie menatapku. “Tidakkah sebaiknya kita memesan meja?”
“Ya.” Aku kurang istirahat dan kesal. Aku tidak ingin tinggal lebih lama lagi di kamar ini, terjebak di dalam perasaan kelam yang tidak mau pergi menjauh. Victor bangkit dari tempat tidur, merenggangkan badannya seperti baru bangun dari tidur singat yang menenangkan. Namun masih, aku bersumpah kalau disana ada sebuah kilasan hasrat di kedalaman matanya. Dari semua data yang terlihat, dia dan saudara tirinya ini memang dekat, meskipun aku tidak melihat tanda-tanda kalau Victor menunjukkan cinta atau kesetiaan pada semua orang. Siapa yang tahu? Mungkin, entah dimana dan bagaimana, perasaannya pada Robert adalah kasih sayang yang sebenarnya.

Kami membentuk tatanan perlindungan  yang ketat dengan aku di depan, Eddie di belakang, dan dua Moroi di antara kami. Aku membuka pintu kamar dan tiba-tiba berhadapan langsung dengan Adrian. Tangannya terangkat untuk mengetuk pintu. Dia menaikan alisnya.

“Oh, hai,” katanya. Ekspresi santai biasanya sudah berada di wajahnya lagi, meskipun suaranya sedikit terdengar tegang. Aku tahu dia tidak bahagia dengan semua ini. Aku bisa melihat rahangnya yang mengeras dan agitasi di matanya. Meskipun begitu, aku bersyukur dia menampakkan tampilan yang baik di depan yang lain. Dan yang terpenting adalah, dia kembali. Hanya itu masalahnya tadi dan aku bisa mengabaikan aroma alkohol dan rokok yang melingkarinya.
“Jadi, kudengar disini ada pesta yang sedang berlangsung. Keberatan jika aku bergabung?”
Aku memberinya sebuah senyuman berrterimakasih yang lemah. “Ayo.”
Kelompok kami sekarang sudah menjadi berlima, kami menuju ke aula di bawah melalui lift.
“Aku tadi sedang memenangkan permainan poker, kau tahu,” tambah Adrian. “Jadi acara ini harusnya lebih bagus.”
“Aku tidak tahu apakah acara ini akan bagus,” godaku. Pintu lift terbuka. “Tapi kurasa ini akan menjadi hal yang tak terlupakan.”
 Kami melangkah masuk, menemui Robert Doru. Dan mungkin akan menjadi penyelamat Dimitri satu-satunya.


Diterjemahkan langsung dari novel Vampire Academy Spirit Bound karya Richelle Mead oleh Noor Saadah. This is truly fanmade and no profit work. 



You May Also Like

8 komentar

  1. Replies
    1. Iya, sayangnya novel ini sudah tidak terbit lagi dalam bahasa Indonesia, tenggelam bersama pailitnya penerbitnya. Masih berharap semoga akan ada penerbit lain yang akan melirik novel ini. Karena bisa dikatakan penggemarnya cukup banyak, terlihat dari antusias pembaca terjemahan ini. Bahkan ada yang masih mencari buku lamanya. Semoga. ;)

      Thanks for reading my blog.

      Delete
  2. Lanjutin terjemahin dong.. penasaran lanjutannya hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dear Zhy Youichi,
      Okke :) chapter 9 nya sudah dirilis yaa. Enjoy!
      Terima kasih

      Delete
  3. Kakaakkk lanjutin donkkkk,,,, kalo bisa sampe selesai ya kak..... yg kmrn2 kan gak smpe selesai... pliissss penasaran binggoowww neeehhhh....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dear Ika Agung,
      Okke hehehe. Chapter 9 sudah dirilis yaa. Selamat menikmati. ;)
      Terima kasih

      Delete
  4. chapter 1 nya di mana ya ???

    ReplyDelete