Spirit Bound ~ Bahasa Indonesia (Chapter 7) part 2
"Apa?
Berapa banyak?”
“Paling
tidak dua. Aku tidak tahu apakah mereka bisa merasakan kehadiranku juga atau
tidak.”
Jika
bukan karena kami mengikuti Giovanni yang terburu-buru dan keadaan genting yang
menekan kami, aku akan mendatangi
mereka.
“Pengguna
roh ...”
Lissa
telah mencari begitu keras dan lama untuk menemukan orang lain yang memiliki
kemampuan seperti dirinya. Siapa yang pernah berpikir kalau kami akan menemukan
mereka disini? Sebenarnya ... mungkin kami memang sudah seharusnya menduga hal
ini. Kami sudah tahu bahwa pengguna roh selalu menari dengan ketidakwarasan.
Mengapa tidak kalau mereka akhirnya berakhir di tempat seperti ini. Dan
mempertimbangkan masalah yang telah kami lalui untuk mempelajari dan menerobos masuk penjara ini, tidak
aneh jika para pengguna roh ini tetap tersembunyi. Aku bahkan ragu orang-orang
yang bekerja disini tahu, apa sebenarnya mereka. Aku dan Lissa bertukar pandang
singkat. Aku tahu betapa inginnya ia menyelidiki hal ini, tapi sekarang
bukanlah waktunya. Victor sudah terlihat sangat tertarik dengan apa yang sudah
kukatakan, jadi kata-kata Lissa selanjutnya ada di dalam kepalaku: Aku cukup yakin kalau pengguna roh yang lain
tidak akan terpengaruh jimatku. Kita tidak bisa mengambil resiko membuat jati
diri kita yang sesungguhnya terungkap – meski jika mereka datang dari
orang-orang yang diduga gila.
Aku
mengangguk paham, mengesampingkan rasa penasaran dan bahkan kekecewaan. Kami
harus memeriksa ini lain kali – katakanlah, seperti lain kali dimana kami sudah
memutuskan untuk membobol penjara yang memiliki tingkat keamaan maksimum nantinya.
Kami
akhirnya sampai di kantor Theo tanpa insiden apapun yang terjadi, meskipun
jantungku berpacu dengan cepatnya selama perjalanan kami sementara otakku terus
berkata, Cepat! Cepat! Cepat!
Theo
dan Eddie sedang mengobrol tentang politik istana saat grup kami masuk. Eddie
tiba-tiba melompat dan mendatangi Theo, menyadari kalau ini adalah waktunya
untuk pergi. Dia mencekik Theo seefektif Giovanni lakukan sebelumnya dan aku
senang ada orang lain yang melakukan pekerjaan kotor selain aku. Sayangnya Theo
berhasil mengeluarkan sebuah lengkingan yang cukup bagus sebelum pingsan dan
jatuh ke tanah. Segera, dua penjaga yang pernah mengantar kami sebelumnya masuk
ke kantor. Aku dan Eddie melompat ke
dalam perkelahian, Lissa dan Victor membuat Giovanni juga melakukannya.
Membuat
segalanya semakin sulit, hanya beberapa saat setelah kami berhasil melumpuhkan
satu dari penjaga, Giovanni sadar dari kompulsi dan mulai berkelahi melawan
kami. Semakin buruk, dia berlari ke arah dinding dimana kusadari – dan sudah
begitu terlambat – ada sebuah tombol alarm perak lain disana. Dia membenturkan
tinjunya ke tombol itu dan sebuah suara sirine menusuk memenuhi udara.
“Sial!”
aku berteriak.
Keahlian
Lissa bukanlah di pertempuran fisik, dan Victor pun tidak lebih baik. Ini semua
bergantung padaku dan Eddie untuk menyelasaikan dua penjaga terakhir – dan kami
harus melakukannya dengan cepat. Penjaga kedua yang pernah mengantar kami itu
jatuh tergeletak hingga menyisakan kami dan Giovanni. Dia memberiku pukulan
yang bagus – yang membuat kepalaku membentur dinding. Namun tidak cukup bagus
untuk membuatku pingsan, tapi bumi terasa berputar dan titik hitam putih menari
di depan mataku. Ini membuatku membeku beberapa saat, namun kemudian Eddie
sudah berada di atas Giovanni, dan Giovanni segera tidak lagi menjadi ancaman.
Eddie
meraih tanganku untuk menyeimbangkanku, dan kemudian kami berempat segera lari
ke luar ruangan itu. Aku melirik ke
belakang, ke arah tubuh-tubuh tidak sadar itu, kembali membenci diriku sendiri
atas apa yang sudah kulakukan. Meskipun begitu, tidak ada waktu untuk merasa
bersalah. Kami harus keluar. Sekarang, setiap penjaga di penjara ini mungkin akan segera
berada disini kurang dari semenit.
Kelompok
kami berlari ke arah pintu depan, dan menemukan pintu-pintu itu terkunci dari
dalam. Eddie mengumpat dan meminta kami untuk menunggu. Dia berlari kembali ke
arah kantor Theo dan kembali dengan salah satu kartu keamanan yang sering digunakan
Giovanni untuk digesekkan di pintu. Jelas sekali, yang satu ini berhasil
membuat kami keluar dan kami berlari menggila ke arah mobil sewaan. Kami masuk
bertumpuk-tumpuk dan aku bersyukur Victor mengikuti kami dengan baik dan tidak
membuat komentar-komentar yang menyebalkan.
Eddie
menginjak pedal gas dan kembali menuju jalan saat kami masuk tadi. Aku duduk di
sampingnya di kursi depan. “Aku jamin, para penjaga gerbang sudah tahu mengenai
alarm,” aku memperingatkan. Harapan awal kami adalah pergi dengan biasa dan mengatakan pada para penjaga bahwa memang ada
kertas kerja yang tercampur.
“Yup,”
Eddie setuju dengan wajah mengeras. Jelas sekali, para penjaga keluar dari pos
penjagaan, melambaikan tangan.
“Apa
itu senjata?” aku berseru.
“Aku
tidak akan berhenti untuk mencari tahu.” Eddie menginjak pedal gas dengan keras,
dan saat para penjaga menyadari kalau kami akan menerobos tanpa menghiraukan
mereka, dia melompat menjauh dari jalan. Kami menabrak papan kayu pembatas yang
memblokir jalan, mebiarkannya menjadi serpihan yang bertebangan kemana-mana.
“Bud
akan mengambil uang deposit mobil ini,” kataku.
Di
belakang kami, aku mendengar suara tembakan. Eddie kembali mengumpat, namun
semakin kami menjauh, tembakan itu menjadi semakin redup, dan segera kami sudah
keluar dari area tembakan itu.
Dia
menghembuskan nafas lega. “Jika tembakan-tembakan itu mengenai ban atau jendela
kita, kita punya hal yang lebih banyak untuk dikhawatrikan daripada sekedar
deposit.”
“Mereka
akan mengirim orang untuk mengejar kita,” kata Victor dari kursi belakang. Sekali
lagi, Lissa menjauh sejauh yang ia bisa dari Victor. “Truk-truk mungkin sedang
bergerak sekarang.”
“Kau
pikir kami tidak memikirkannya?” aku membentak. Aku tahu dia mencoba untuk
menolong, tapi dia adalah orang terakhir yang ingin aku dengar suaranya saat
ini.
Bahkan
saat aku berbicara, aku mengintip ke belakang dan melihat dua bentuk kendaraan
hitam melaju cepat mengejar kami. Mereka dengan cepat mencapai kami, tidak perlu ditanya mengapa mobil SUV bisa dengan segera mengejar mobil
berpenumpang sedikit ini.
Aku
melihat GPS kami. “Kita harus segera berbelok,” aku memperingatkan Eddie, bukan
karena ia memerlukan saranku.
Kami
sudah memetakan rute-rute melarikan diri sebelumnya, yang memiliki banyak
sekali jalur-jalur yang berkelok-kelok di jalanan yang terpencil ini.
Beruntung, ada banyak jalan jenis itu disini. Eddie berbelok tajam ke kiri dan
kemudian hampir berbelok ke kanan.
Kendaraan yang mengejar kami masih tetap ada terlihat di kaca spion.
Kendaraan itu menghilang setelah beberapa belokan berikutnya sehingga jalan
dibelakang kami menjadi sepi.
Sunyi
mengisi mobil ini saat kami menunggu apakah para penjaga itu masih mengejar.
Ternyata tidak. Kami membuat beberapa belokan yang membingungkan, tapi perlu
hampir sepuluh menit untukku sadar bahwa kami mungkin sebenarnya sudah
lolos dari kejaran itu.
“Kurasa
kita kehilangan mereka,” kata Eddie, suaranya yang mengambang selaras dengan
perasaanku. Wajahnya masih digarisi kekhawatiran, tangannya mencengkram kemudi
dengan keras.
“Kita
tidak akan lolos sampai kita sampai dengan selamat di Fairbanks,” kataku. “Aku
yakin mereka akan mencari disana dan kota itu tidak besar.”
“Kemana
kita akan pergi?” tanya Victor. “Jika aku dizinkan untuk bertanya.”
Aku
meggeliat berputar dikursiku sehingga aku bisa melihat matanya.
“Itu
adalah hal yang akan kau katakan pada kami.
Sesusah pelarian ini untuk dipercaya, kami tidak melakukan semua ini
hanya karena kami merindukanmu “
“Itu
susah untuk dipercaya.”
Aku
menajamkan mataku. “Kami ingin menemukan saudaramu. Robert Doru.”
Aku
merasakan kepuasaan sejenak saat mendapati Victor tidak berdaya. Kemudian
tatapan liciknya kembali hadir. “Tentu saja. Ini adalah perkembangan dari
permintaan Abe Mazur, iya kan? Aku harusnya sudah tahu kalau dia tidak menerima
kata tidak untuk sebuah jawaban. Tentu saja, aku tidak pernah menduga kalau kau
bersekutu dengannya.”
Victor
sepertinya tidak tahu kalau aku sebenarnya memang satu sekutu (darah) dengan
Abe, dan aku tidak berkeinganan untuk menjelaskan padanya. “Tidak relevan,”
jawabku dingin.
“Sekarang,
kau akan membawa kami kepada Robert. Dimana dia?”
“Kau
lupa, Rose,” Victor merenung. “Bukan kau yang bekerja dengan kompulsi disini.”
“Tidak,
tapi aku yang bisa mengikatmu dan meninggalkanmu dipinggir jalan dan menelpon
sebagai anonim ke penjara untuk melaporkanmu.”
“Bagaimana
aku tahu jika kau tidak mendapatkan apa yang kau inginkan dariku kau tetap akan
mengembalikanku kesana? Tanyanya. “Aku tak punya alasan untuk mempercayaimu.”
“Kau
benar. Aku yakin seperti neraka yang tidak akan mempercayaiku. Tapi jika hal
berjalan dengan baik, ada kesempatan kalau kami akan membebaskanmu setelah
semua ini selesai.” Tidak, sesungguhnya tidak. “Apakah ini adalah hal yang
ingin kau mainkan? Kau tidak akan pernah mendapatkan kesempatan yang lain
seperti ini, dan kau tahu itu.”
Victor
tidak memiliki sindiran cerdas lagi untuk itu. Tambahan nilai satu untukku.
“Jadi,”
lanjutku,”apa kau akan membawa kami ke tempatnya atau tidak?”
Meskipun
aku tidak bisa membaca gejolak dimatanya. Tidak diragukan lagi kalau dia
membuat rencana licik tentang bagaimana dia bisa melakukan ini semi
keuntungannya sendiri, mungkin saja memikirkan bagaimana melarikan diri dari
kami bahkan sebelum kami berhasil bertemu dengan Robert. Karena itulah yang
mungkin akan aku pikirkan.
“Las
Vegas,” kata Victor akhirnya. “Kita harus pergi ke Las Vegas.”
Diterjemahkan langsung dari novel Vampire Academy Spirit Bound karya Richelle Mead oleh Noor Saadah. This is truly fanmade and no profit work.
Diterjemahkan langsung dari novel Vampire Academy Spirit Bound karya Richelle Mead oleh Noor Saadah. This is truly fanmade and no profit work.
10 komentar
chapter selanjutnya kapan keluar min?:)
ReplyDeleteDear anonim,
DeleteMungkin sekitar minggu depan. Hehehe. Nanti aku update via Instagram, Facebook, dan Twitter.
Thanks ;)
min lanjutin shadow kiss dong
ReplyDeleteDear anonim,
DeleteWaah maaf sekali, karena buku Shadow Kiss udah pernah terbit, aku udah merasa nggak tertantang buat nerjemahinnya. Jadi aku lebih fokus ke Spirit Bounda aja yang kemungkinan buku versi bahasa Indonesianya bakal nggak dicetak karena penerbitnya udah pailit. :)
Thanks,
sis makasi banget udh pos ini!! Sedih ya indo gak nerbitin buku ke 5 sama 6. Aku lg mulai baca buku ke 4 nih.
ReplyDeleteSemangat ya sis lanjutin nya semoga bisa dilanjutin sampe yg ke 6 juga! Thank you sis❤❤❤
Dear Valenciana Setiawan,
DeleteYep, aku juga sedih banget. Rasanya jadi pengen ngelamar jadi penerjemahnya, tapi bingung mau ngelamar ke penerbit yang mana. Haha. karena soalnya ada masalah Lisensi dari penerbit pertama. Jadi semoga saja ada penerbit yang mau melanjutkan VA.
Trimakasih buat semangatnya. Amin
mana nih min lanjutannya?
ReplyDeleteDear Anonim,
DeleteTerima kasih sudah mengikuti terjemahan VA di blog ini. Chapter 8 sudah ada yaa. ;)
chapter selanjutnya kpn min? Aku udh nunggu sebulan loh;(
ReplyDeleteDear Anonim,
DeleteTerima kasih sudah mengikuti terjemahan VA di blog ini. Chapter 8 sudah ada yaa. ;)